Kota Metro, – Berangkat dari isu, efek efisiensi anggaran. Para Pemangku Perusahaan Media Masa Gelisah Adanya Inpres Berdampak Pada Anggaran Media Layanan Publikasi !
Tak jarang, praktisi Pers di Lampung, salah satunya di Kota Metro, mulai berembuk, bersatu dan membuat langkah strategi data dokumen akurasi informasi yang mengarah pada “Oposisi” di tahun sebelumnya dan saat ini.
Terlebih mereka (rekan rekan pers) mengerti bahwa Polri, Kejaksaan, TNI tidak kena efisiensi, dan saat ini era Prabowo, momen bagi jurnalis memberikan informasi mengarah pada isu tipidkor, tak jarang berharap Perppu Tipidkor segera di undangkan dan berlaku.
Efisiensi Anggaran Bukan Untuk Pelayanan Publik, Media Masuk Bagian Layanan Publik Tergantung Isi Pejabat Teknis Anggaran.
Disini saya menulis soal efisiensi anggaran, yang tentunya kembali lagi bagaimana memahami isinya.
Saya hanya memberikan suatu kisi bahwa media masa bagian dari layanan publik, penyampai layanan informasi publik, kontrol sosial, mengakses pada ranah efisiensi anggaran.
Mohon di baca seksama, Tabik !!
Kita semua sudah tahu bahwa, efisiensi belanja pemerintah tidak akan mengganggu target defisit APBN 2025 yang sebesar 2,53 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau senilai Rp.616,2 triliun, ini tersaji informasinya luas.
Saya memahami bahwa, meski ada perubahan porsi anggaran, namun sifatnya lebih berupa pergeseran sebagai langkah refocusing dan reposturing dari postur belanja.
Artinya, pengelolaan anggaran negara secara keseluruhan akan tetap berpacu dengan target yang telah ditetapkan. Efisiensi anggaran dilakukan dengan menyisir pos belanja yang bukan prioritas, seperti perjalanan dinas, pengadaan alat tulis kantor (ATK), kegiatan seminar, hingga acara seremonial.
Sedangkan belanja pegawai, layanan publik, dan bantuan sosial terbebas dari target efisiensi, termasuk di antaranya gaji dan tunjangan pegawai, subsidi energi, hingga anggaran pendidikan dan kesehatan. Termasuk Pos anggaran belanja Bansos digunakan untuk berbagai program, di antaranya bantuan PKH, Kartu Sembako, PBI JKN, PIP, KIP, Bansos lainnya.
Dari ini kan jelas, Efisiensi anggaran dalam pengeluaran pemerintah dapat di definisikan sebagai suatu kondisi ketika tidak mungkin lagi relokasi sumber daya dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah daerah, menghasilkan kesejahteraan masyarakat yang paling optimal.
Pers Pilar Ke Empat Demokrasi
“Jurnalis juga Masyarakat, yang berperan menyajikan pelayanan informasi publik secara aktual terpercaya.”
“Efisiensi itu adalah kemampuan untuk mencapai hasil maksimal dengan menggunakan sumber daya yang minimal. Kalo SDM yang ada NIP dan posisi jabatan, ada tunjangan dan gaji pokok, dan lain lain, tidak kena PHK kalau ada pemotongan/efisiensi anggaran.”
Masalahnya, Jurnalis yang berkerja di perusahaan media besar juga gelisah soal efisiensi anggaran ini, bakal berdampak pada tim reporternya di lapangan dan pengaruh besar pada penyajian informasi yang minim.
“Ini masalahnya ada dimana, apa pemahaman tim teknis keuangan, atau memang ketakutan pemerintah, dalam laporan keuangan negara, terbongkar parkteknya, gegara laporan efisiensi anggaran.”
Disini yang jadi pertanyaan anggaran publikasi media, mengait atau tidak dalam sebuah efisiensi anggaran ?. Dan hal ini menjadi stigma ditengah – tengah dunia jurnalis.
Disini perlu pemahaman bersama, jangan asal mengartikan.!
Bahwa, efisiensi anggaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu kegiatan yang dinilai berdasarkan besarnya biaya atau sumber daya yang digunakan untuk mencapai hasil yang di inginkan.
“Efisiensi pelayanan adalah perbandingan terbaik antara input dan output pelayanan. Pelayanan yang efisien adalah pemberian pelayanan yang lebih cepat dan memuaskan.”
Pernah ada pertanyaan langsung, dari rekan rekan media pusat kepada Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi.
“Apakah anggaran pelayanan publik terdampak juga efisiensi anggaran?. Tidak, itu masuk dalam sektor pelayanan publik. Artinya, pelayanan publik tidak termasuk dalam item yang diefisienkan dalam kebijakan efisiensi anggaran.
Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, pelayanan publik/layanan publik, gaji pegawai, tidak termasuk dalam efisiensi anggaran.
Pihak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) juga memastikan bahwa, kebijakan efisiensi anggaran tidak akan mengganggu layanan publik. Bahkan, LKPP akan mngoptimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan efektivitas kinerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga.
Itulah kenapa, Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN serta APBD Tahun Anggaran 2025 terdapat peninjauan terkhusus pada pelayanan publik
Jika dipukul rata, maka berdampak pada lembaga lembaga penyiaran informasi publik atau pada layanan media penyiaran publik. Dan akan terjadi kesenjangan informasi yang dibutuhkan masyarakat di era digitalisasi saat ini.
Terlebih, media kebanyakan tidaklah komersial dan berfungsi memberikan layanan pada masyarakat, menyajikan informasi, pendidikan dan kontrol sosial.
Banyak masyarakat menggantungkan diri pada informasi dari media masa. Khususnya di kawasan terpencil. Tanpa adanya layanan informasi publik, maka masyarakat akan kehilangan informasi dan tidak menutup kemungkinan akan mendapatkan informasi yang salah dan membahayakan.
Ini, demi menjaga hak publik atas pelayanan informasi berkualitas adalah bagian dari hak asasi manusia. Apa lagi, Pak Prabowo pernah mengatakan ” Kita Harus ingat bahwa, layanan informasi yang berkualitas itu adalah bagian dari hak asasi manusia.
“Ini komitmen Prabowo atas peningkatan warga terdidik melalui media publik sebagai prasyarat demokrasi yang sehat. Dan media memiliki peran vital dalam penyampaian informasi kepada publik.”
Dasarnya juga jelas bahwa, dampak bagi publik itu menurunkan kualitas dan akses informasi yang terpercaya kepada publik, menjaga kesenjangan informasi di antara wilayah atau daerah.
“Jika pemerintah daerah, belum memahami ini, maka pemahamannya yang perlu di pertanyakan, sebab bisa dimungkinkan pemerintah melalui pejabat teknisnya yang sengaja memotong atau menunda, karena rasa ketakutan. Ketakutan apa? Ya..rekan rekan paham lebih dalam soal permainan monopoli anggaran.
Saya pahami bahwa secara jelas tidak ada masalah, mungkin hanya penundaan, karena pembuatan laporan efisiensi anggaran yang sudah deadlane.
Efisiensi Anggaran Bukan Untuk Pelayanan Publik, Media Masa Masuk Bagian Layanan Publik Tergantung Si Pejabat Teknis Dan Kuasa Pengguna Anggaran, Memahami Soal Efisiensi secara normal atau tidak.!
Efisiensi anggaran : Memangkas Administratif atau Layanan Publik
Jika ! Efisiensi anggaran dengan memotong sejumlah layanan publik sama saja dengan menjalankan pemerintahan tanpa menyelenggarakan pelayanan publik. Lantas, akan muncul pertanyaan, untuk apa ada pemerintah kalau tidak ada pelayanan publik?
“Bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
“Bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik.”
Kalimat tersebut diambil dari bagian menimbang huruf a dan b dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Bagian tersebut menegaskan amanat dari UUD RI Tahun 1945 bahwa negara hadir memberikan kewajiban menyelenggarakan pelayanan publik.
Tidak hanya itu, penyelenggaraan pelayanan publik sebenarnya merupakan langkah pemerintah memastikan terjaminnya Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana yang dituangkan dalam Bab XA UUD NRI Tahun 1945.
“Jadi, pembiayaan pelayanan publik melalui keuangan negara adalah instrumen penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Negara memiliki peran krusial dalam menyediakan barang publik yang dibutuhkan, meredistribusikan pendapatan untuk mengurangi ketimpangan sosial, dan menjaga stabilitas ekonomi.”
Kalau kita bedah dari sisi terminologi, frasa pelayanan publik mengandung tiga unsur yaitu pelayan, layanan, dan publik. Pelayan publik diartikan sebagai pihak yang menjalankan pemerintahan.
Layanan publik diartikan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terakhir adalah publik yang diartikan sebagai seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang-perorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sederhananya, penulis ingin menjelaskan bahwa ketiga unsur tersebut adalah saling berkoherensi (berhubungan). Mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas adalah dimulai dari bagaimana pelayan publik memperhatikan layanan yang diberikan, layanan yang diberikan dapat diakses masyarakat, hingga respon publik atas baik buruk layanan yang diberikan oleh negara.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang menargetkan penghematan anggaran terdiri atas penghematan belanja kementerian/lembaga (K/L) dan transfer ke daerah.
Pada bagian ketiga instruksi tersebut, rencana efisiensi sebagaimana dimaksud meliputi belanja operasional dan non operasional, sekurang-kurangnya terdiri atas belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin.
Adapun untuk para Gubernur serta Bupati/Wali Kota, dalam Inpres terdapat perintah harus membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar atau Focus Group Discussion (FGD).
Kemudian mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50 persen. Selain itu, terdapat perintah untuk menetapkan penyesuaian alokasi Transfer ke Daerah (TKD) tahun anggaran 2025.
Pasca adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, rasanya pelayanan publik rasanya hilang satu per satu. Satu demi satu instansi pemerintahan yang menyelenggarakan layanan publik mengumumkan pemotongan program dengan alasan adanya instruksi efisiensi anggaran.
Contohnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Komisi Yudisial (KY).
Ada juga kementerian/lembaga yang sama sekali tidak terkena pemotongan anggaran seperti, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, KPK, TNI, dan lembaga lainnya yang disebutkan secara eksplisit dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.
“Tulisan ini jelas atau tidak jelas, monggo masing masing memahami. Saya tidak memaksakan untuk harus dipahami. Versi saya, soal media masa bagian dari layanan publik, tidak ada persoalan. Kalau terjadi hilang anggaran, tidak terbayarkan, itu masalahnya ada di pejabat teknis daerah sendiri.” (*)
Post a Comment