Bandar Lampung, peristiwa kerugian negara sebesar Rp. 271 milyar yang melibatkan PT. LEB anak perusahaan daerah PT. LJU sebagai pengelola Participacing Interest (PI) PHE-OSES yang diungkap oleh Kejaksaan Tinggi Lampung beberapa waktu yang lalu mendapat respon pesimis dari DPP Gamapela. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum DPP LSM Gamapela Tonny Bakri didampingi Sekretaris Umum Johan Alamsyah, S.E dan Ahayat, S.H Ketua Gamapela Institut, saat ditemui awak media di Hotel SwissBell Bandar Lampung.
" Ini hanya akan menjadi drama korupsi dan dugaan kami, tidak akan tuntas di pengadilan, sama seperti kasus-kasus korupsi yang akhirnya mandek hanya jadi media darling menghiasi pemberitaan, kemudian menghilang tanpa kabar, apalagi jika terindikasi adanya keterlibatan pejabat penting dan berpengaruh di Provinsi Lampung, lihat saja kasus KONI Lampung, tersangka sudah inkrah sampai sekarang tidak pernah di bawa ke pengadilan, dan akan jadi tersangka seumur hidup. Ini menambah catatan buruk penegakan hukum pemberantasan korupsi di Provinsi Lampung " ujar Tonny Bakri didampingi Johan Alamsyah, S.E dan Ahayat, S.H.
" Predikat Provinsi Lampung sebagai 10 besar provinsi terkorup mengindikasikan bahwa penanganan dan pemberantasan kasus korupsi di Provinsi Lampung masih jauh meskipun Provinsi Lampung pernah mendapat predikat 3 besar pemerintah daerah yg berdedikasi tinggi dalam pemberantasan korupsi, ini tidak sejalan dengan realita, praktek korupsi ini masih terjadi di Pemerintah Provinsi Lampung dengan pola dan cara lama, tetapi sudah bertransformasi dengan lebih rapih lagi bahkan dugaan kami sangat terorganisir" jelas Johan Alamsyah, S.E Sekretaris Gamapela.
" Kasus-kasus yang telah kami laporkan mandek di meja Aparat Penegak Hukum tanpa penyelesaian dari Aparat Penegak Hukum, ini menjadi kajian bagi kami, dengan gaya dan cara korupsi di Provinsi Lampung yang kami cintai ini. Sehingga menimbulkan pertanyaan besar bagi kami apakah korupsi sudah hilang atau semua sudah korupsi? Ataukah korupsi menjadi kasus yang biasa-biasa saja bagi semua stakeholder " lanjut Johan Alamsyah, S.E.
" Kasus PHE-OSES dan PT. LEB ini salah satu bukti bahwa lemahnya pengawasan eksternal dan internal Pemerintah Provinsi Lampung dalam menjaga uang rakyat, ini seharusnya bisa dicegah jika saja seluruh pejabat Pemerintah Provinsi Lampung termasuk didalamnya Ketua dan Pimpinan DPRD Provinsi Lampung Periode 2019-2024 peduli dan berintegritas bekerja sesuai dengan aturan. Jelas sekali PT. LEB tidak bisa menjadi pengelola Participacing Interest. Sebagai anak perusahaan daerah PT. LJU itu sesuai Permen ESDM nomor 37 Tahun 2016 bentuk badan usaha pengelola Participacing Interest (PI) adalah perusahaan daerah dan wajib berdasarkan Perda bukan RUPS, sampai saat ini PT. LEB tidak ada perda nya, mereka PT. LEB sudah menandatangani MOU dengan PHE-OSES September 2022 sebagai pengelola Participacing Interest (PI) dan penampung dana. Dikarenakan Ketua dan Pimpinan DPRD 2019-2024 sebagai bagian dari Pimpinan Badan Anggaran pada 2019-2024 serta Ketua TAPD nya Sekdaprov, mereka harus ikut bertanggungjawab, pasti mereka berkoordinasi dan berembuk sebelumnya, untuk mengakali dana tersebut sehingga timbul nya ide membentuk PT. LEB sebagai anak perusahaan daerah PT. LJU untuk mengelola dana ratusan milyar rupiah, secara aturan Pemerintah Provinsi Lampung dan BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung tidak bisa mengawasi dan memeriksa langsung manajemen dan pengelolaan dana Participacing Interest yang hampir setengah triliyun rupiah sehingga menjadi puluhan milyar rupiah oleh PT. LEB yang seolah-olah sudah digunakan sebagai operasional perusahan, dan nantinya oleh PT. LEB disetor sebagai deviden ke perusahaan daerah PT. LJU, dan nantinya PT. LJU dalam operasionalnya mengalami kerugian, akibatnya penerimaan daerah defisit, padahal didalam APBD Provinsi Lampung itu sudah dihitung sebagai pendapatan sehingga Pemerintah Provinsi Lampung dapat menganggarkan belanja daerah sebanyak-banyaknya terutama belanja habis pakai, atk dan cetak, sehingga tidak efisien dan tidak efektif, boros, menghambur-hamburkan uang pemprov, dugaan kami itulah kejahatan anggarannya" sambung Ahayat, S.H. Ketua Gamapela Institut.
" Kejati Lampung harus menjelaskan perkembangan kasus PT. LEB anak perusahaan daerah PT. LJU atas pengelolaan Participacing Interest (PI) PHE OSES ini setiap saat, sebagai pertanggungjawaban publik karena sudah mengekspose kasus ini, kasus ini jangan sampai mandek dan tidak jelas akhirnya, dari saksi yang telah dipanggil seolah mengulur waktu, harusnya Kejati Lampung segera memanggil siapa saja pejabat saat itu yang menentukan, membentuk, bersepakat, dan akhirnya menunjuk PT. LEB anak perusahaan daerah PT. LJU sebagai pengelola PI dengan PHE-OSES, dimana dana hampir setengah triliyun rupiah dari PHE-OSES ditempatkan, berapa lifting sebenarnya, dan kenapa dana tersebut tidak menjadi penerimaan daerah, kami yakin seluruh masyarakat Provinsi Lampung mendukung Kejati Lampung untuk bisa menuntaskan kasus PT. LEB dan PHE-OSES ini. Semua berharap kasus ini bisa tuntas sampai dengan pengadilan, karena melihat pengalaman sebelumnya tidak ada kasus korupsi besar yang selesai apabila ditangani Kejati Lampung " sambung Ahayat, S.H.
" Dalam kajian Gamapela Institute, kasus PT. LEB anak perusahaan daerah PT. LJU dan PHE-OSES ini dugaan kami melakukan korupsi secara terstruktur dan sistematis, korporasi, ada TPPU, dugaan kami, ini melibatkan pemangku kebijakan saat itu, PT. LEB ini korporasi, milik anak perusahaan daerah PT. LJU, pejabat PT. LEB maupun PT. LJU tidak akan berani tanpa ada cawe-cawe pemangku kebijakan. Sebenarnya penyelesaian kasus ini dapat terlihat dari awal, hanya saja tinggal keberanian dan integritas Kejaksaan Tinggi Lampung apakah sampai ke pengadilan kasus PT. LEB - PHE OSES ini atau tidak, inilah pertaruhan marwah institusi kejaksaan, juga prestasi dan uji nyali Kuntadi sebagai Kajati" kata Tonny Bakri. (*)
Post a Comment