Berkedok Dana Operasional, Pemerintahan Pekon di 3 Kecamatan di Pesisir Barat Diduga Korupsi

 

Ilustrasi/Istmw

Pesisir Barat - Penggunaan Dana Desa (DD) pada tahun anggaran 2023 di tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Pesisir Barat diduga menyimpang. 


Dugaan penyimpangan penggunaan DD ini terkuak pada penganggaran kategori operasional yang besarannya tak tanggung-tanggung, bahkan ada yang mencapai 70% dari pagu Dana Desa yang dianggarkan pemerintahan pusat. 


Kebijakan nyeleneh yang tidak mengacu pada aturan penggunaan dana desa Permendesa, PDT, dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023 ini, hampir terjadi merata di seluruh pekon yang ada di Kecamatan Krui Selatan, Pesisir Selatan, dan Ngaras


Padahal Permendesa, PDT, dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2022 Pasal 6 Ayat 2 Huruf g menyebutkan secara jelas bahwa dana operasional pemerintahan desa maksimal hanya dapat dianggarkan sebesar 3% dari pagu Dana Desa setiap desa, hal ini juga ditekankan agar penggunaan DD TA 2023 harus fokus pada pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19 dengan menitikberatkan kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. 


Namun pada kenyataannya anggaran Dana Desa dihabiskan cuma-cuma dengan kedok dana operasional yang menghabiskan anggaran mulai dari 40% hingga 70% dari pagu Dana Desa yang notabene nya adalah hak masyarakat desa. 


Narasumber media ini, Tukul (bukan nama sebenarnya), membeberkan sample yang ia himpun dari tiap-tiap desa yang ada di tiga kecamatan tersebut. 


Diantaranya yaitu Pekon Mandiri Sejati Kecamatan Krui Selatan dengan nilai pagu anggaran DD sekitar 648 Juta Rupiah. 42% atau sekitar 271 Juta Rupiah dari total DD yang diterima tahun 2023 dipakai hanya untuk operasional dan penyusunan dokumen saja. 


Lalu desa lainnya di Krui Selatan, yaitu Pekon Padang Raya dengan pagu DD sekitar 640 Juta Rupiah. Sebanyak hampir 45% atau sekitar 286 Juta Rupiah habis dianggarkan hanya untuk kategori operasional. 


Kemudian Pekon Walur Kecamatan Krui Selatan, menghabiskan anggaran sebesar 323 Juta Rupiah pada kategori operasional atau setara 44% dari total pagu DD sebanyak 729 Juta Rupiah. 


Hal yang sama juga terjadi pada Kecamatan Ngaras tepatnya di Pekon Mulang Maya, dari total pagu 888 Juta Rupiah, hampir mencapai 38% dari total pagu atau setara 341 Juta Rupiah dihabiskan cuma-cuma untuk operasional, dari penyusunan dokumen hingga ke penyediaan Alat Tulis Kantor (ATK). 


Selanjutnya sample yang diambil yaitu Pekon Bandar Jaya dengan total pagu 730 Juta Rupiah, sebanyak 30% atau sekitar 220 Juta Rupiah habis untuk penyusunan dokumen, operasional pemerintahan desa, hingga koordinasi pemerintahan desa. 


Sedangkan di Kecamatan Pesisir Selatan ada Pekon Tanjung Jati yang menerima pagu DD sebesar 591 Juta Rupiah saja, tetapi anggaran yang dipakai untuk penyusunan dokumen hingga biaya koordinasi dan operasional pemerintahan desa mencapai 40% atau sekitar 231 Juta Rupiah dari total pagu. 


Lalu yang paling mencengangkan dan membuat tak habis pikir yaitu Pekon Paku Negara Kecamatan Pesisir Selatan yang menghabiskan sebanyak sekitar 579 Juta Rupiah pada kategori operasional atau sekitar 70% dari total pagu sebesar 826 Juta Rupiah. 


Menurut Tukul ketimpangan ini sangat jelas terjadi, dimana biaya operasional yang dibatasi dengan aturan kementrian yaitu maksimal 3% dari total nilai Dana Desa yang diterima tiap-tiap pekon, pada kenyataannya jelas-jelas dilanggar dan dilabrak aturannya oleh para peratin di tiga kecamatan tersebut, dan hal itu diduga senghaja disetting agar peratin bisa meraup keuntungan besar dalam penggunaan Dana Desa, karena kategori anggaran operasional merupakan kategori barang habis pakai atau tak berbekas sehingga sulit dideteksi dalam menyelidiki dugaan korupsinya. 


"Mungkin ini juga terjadi akibat adanya 'jalan tol' atau bantuan dari oknum-oknum yang terlibat langsung dalam penyusunan dan pengesahan penggunaan Dana Desa sehingga dapat lolos begitu saja," tegas Tukul. 


Tukul juga menyebut, penggunaan Dana Desa untuk biaya operasional sangat janggal dilakukan, mengingat anggaran pengahasilan tetap, tunjangan, dan operasional pemerintah desa, serta pelayanan administrasi kependudukan, dan

perencanaan keuangan telah teranggarkan dari Alokasi Dana Desa (ADD) atau biasa disebut ADV jika di Pesibar yang sudah dianggarkan terpisah melalui APBD Kabupaten/Kota.


Sehingga hal ini memperkuat dugaan penggerogotan anggaran negara melalui korupsi yang dilakukan peratin di tiga kecamatan tersebut, yang tidak mendahulukan kepentingan rakyat dalam penggunaan anggaran Dana Desa, melainkan hanya mendahulukan kepentingan pribadi untuk mencari keuntungan semata. 


Padahal masyarakat desa sangat mengharapkan Dana Desa dapat menunjang kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik, dengan mendahulukan penanganan kemiskinan ekstrim, penguatan ketahanan pangan di desa, pencegahan dan penanganan bayi stunting, pemulihan ekonomi nasional, hingga ke peningkatan kualitas sumber daya manusia warga desa dan hal genting lainnya yang harus dipenuhi melalui Dana Desa. 


Disisi lain menurut Tukul, seharusnya Aparat Penegak Hukum (APH), Inspektorat, BPK, dan instansi terkait lainnya jeli dalam melihat permasalahan-permasalahan seperti ini, karena hal ini merupakan tanggung jawab instansi-instansi tersebut dalam memantau penggunaan keuangan negara agar benar-benar direalisasikan sesuai aturan undang-undang yang berlaku, dan tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. 


Menjawab permasalahan ini, salah satu pendamping desa di Kabupaten Pesisir Barat yang membawahi Kecamatan Krui Selatan, Erix Extrada mengaku kaget saat mendengar permasalahan tersebut, ia juga belum mengetahui jika terdapat penggunaan anggaran DD untuk kategori operasional menghabiskan anggaran sebesar itu. 


"Gak, gak ada pasti bang (bisa menghabiskan anggaran sebesar itu), karena kalau belanja operasional segala macem itukan gak di back up sama DD (Dana Desa) melainkan dengan ADV (ADD), kalo dari kabupaten namanya ADV," kata Erix saat diwawancarai via telepon (08/11). 


Menurut Erix, pihaknya juga tidak terlibat langsung dalam penyusunan APBDes, melainkan hanya merekomendasikan kepada peratin untuk menggunakan Dana Desa sesuai dengan aturan kementrian. 


"Seperti ketahanan pangan harus direalisasikan sebesar 20% dari DD, begitu pula untuk pengentasan kemiskinan, (kalau semua prioritas itu sudah dipenuhi) sisa dari itu baru boleh desa sendiri yang menentukan, makanya ga mungkin itu terjadi bang, karena sisanya dikit-dikit," ucap Erix. 


Namun Erix juga mengaku belum dapat menyimpulkan hal tersebut, karena ia baru akan melakukan koordinasi kepada peratin selaku pemegang kebijakan penggunaan Dana Desa. 


Sedangkan pendamping desa di Kecamatan Ngaras Dan Pesisir Selatan belum memberikan keterangan. (*)

Post a Comment

Previous Post Next Post