Bawaslu Provinsi Lampung meralat pernyataan bahwa pemberian biaya transportasi dan konsumsi saat kampanye bisa dalam bentuk uang tunai.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Provinsi Lampung, Tamri mengatakan bahwa biaya transportasi dan konsumsi saat kampanye harus dikonversikan dalam bentuk barang.
Aturan tentang kampanye di Pilkada serentak 2024 diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 tahun 2024.
Pada pasal 66 ayat (3) disebutkan bahwa pasangan calon dan/atau tim Kampanye selama masa kampanye dapat memberikan biaya makan minum peserta kampanye, biaya transportasi peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah.
Pada ayat (4) disebutkan selain pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pasangan Calon dan/atau tim Kampanye selama masa Kampanye dapat memberikan biaya makan minum peserta Kampanye, biaya transportasi peserta Kampanye, biaya pengadaan bahan Kampanye, dan/atau hadiah lainnya pada rapat umum dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah.
"Bahwa benar biaya transportasi dan biaya makan tidak bisa diberikan dalam bentuk uang namun bisa konversi dalam bentuk barang," kata Tamri, Kamis (26/9).
Hal itu diatur dalam Pasal 66 ayat (6) yang berbunyi biaya makan minum peserta Kampanye, transportasi peserta Kampanye, dan pengadaan bahan Kampanye bagi peserta Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak diberikan dalam bentuk uang tunai.
Ketua Bawaslu Lampung Iskardo P Panggar menjelaskan, memang bisa dalam bentuk uang saat disampaikan dari tim kampanye ke pelaksana kampanye.
"Kemudian, saat diberikan kepada peserta kampanye dalam bentuk solar, bensin atau voucher pembelian bbm di SPBU dan semacamnya," kata Iskardo.
Dia menegaskan, bila disampaikan ke peserta kampanye berupa uang maka masuk kategori politik uang.
Iskardo pun mengingatkan sanksi tegas politik uang dalam Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016, sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Post a Comment