Ilustrasi
Jakarta, – Komisi I DPR RI, menyebutkan bahwa pihaknya tidak bermaksud melarang penayangan ekslusif jurnalisme investigasi melalui draf Rancangan Undang-Undang penyiaran.
DPR diketahui hanya ingin eksklusivitas penayangan konten jurnalisme investigasi diatur sehingga menguntungkan Lembaga penyiaran.
“Apakah jurnalistik investigasi itu dilarang, tidak,” kata anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi, kepada media, dikutip Sabtu (15 Juni 2024).
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan bahwa Komisi I DPR RI hanya berniat mengatur investigasi eksklusif melalui hak siar atau publisher right.
Menurut Bobby, produksi berita pastinya akan ebih variatif dan menguntungkan lembaga siar.
“Yang kita inginkan bahwa pers di daerah di mana-mana, punya publisher rights atau hak siar atau dia itu dilindungi, sehingga produksi berita itu akan menjadi lebih variatif, dan kalau ditayangkan di platform digital yang bikin berita pertama dapat uang. Bagus toh ini publisher rights,” ungkapnya.
Ditegaskannya, bahwa dalam pengaturan draf RUU Penyiaran juga ditujukan agar tidak ada konten investigasi sensitif seperti kasus hukum maupun terorisme yang disiarkan platform digital seperti Netflix dan sejenisnya.
“Jadi, kalau terhadap suatu kasus gampang saja lah, Kopi Sianida, kan sekarang ada filmnya. Filmnya ditayangkan di mana? Di Netflix. Nah, kalau di Netflix apa? Tangan kita enggak bisa menjangkau. Kalau yang seperti ini gimana dong? Kasus hukum sudah diputuskan, ada filmnya, kronologisnya ada, pandangannya (dalam film), ini bisa berbahaya membuat publik tidak percaya sistem hukum kita,” pungkasnya.
Post a Comment