Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) atas dugaan korupsi berkaitan dengan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu.
Aduan itu dilayangkan oleh Muhnur Satyahaprabu ke Kejagung, Jumat (7/6).
Gubernur Arinal diadukan atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gubernur Lampung sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 3.
Pengaduan ini disampaikan atas dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Gubernur Lampung yang menerbitkan peraturan gubernur yang memfasilitasi dan mengizinkan pemanenan tebu dengan cara membakar.
Aturan tersebut sarat akan kepentingan dan menguntungkan pihak-pihak tertentu, khususnya perusahaan tebu di Provinsi Lampung.
Menurut Muhnur Satyahaprabu, akibat adanya aturan ini, perusahaan tebu menjadi diuntungkan karena biaya panen atau biaya operasional kebun tebu menjadi lebih hemat dan murah. Di sisi lain, kebijakan yang memperbolehkan pembakaran ini mengakibatkan kebakaran di Provinsi Lampung menjadi semakin sulit dikendalikan.
“Kami menduga terbitnya peraturan gubernur tersebut dilatarbelakangi itikad untuk memperkaya gubernur dan korporasi karena sesungguhnya gubernur mengetahui bahwa pemerintah tidak menoleransi adanya pembakaran (zero burning)," kata dia.
"Pengaduan kami ajukan dengan harapan agar penyidik pada Kejaksaan Agung mampu mengungkap motif korupsi yang melatarbelakangi peraturan gubernur tersebut,” sambung Muhnur Satyahaprabu.
Menurut dia, panen tebu dengan cara membakar mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan melalui pelepasan emisi gas-gas selama kebakaran berlangsung serta mengganggu kesehatan masyarakat akibat asap dan partikel.
Pembakaran tebu turut menyumbang tingginya emisi gas rumah kaca yang menghambat target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia pada 2030.
Dia melanjutkan, menurut penghitungan Ahli Lingkungan, kerugian lingkungan yang diakibatkan oleh pembakaran tebu tersebut mencapai sekitar Rp17 triliun rupiah, yaitu berupa kerugian ekologis, ekonomis, dan pemulihan apabila perhitungan dilakukan sejak kurun waktu 2020 hingga 2023.
Sebelumnya, Mahkamah Agung telah membatalkan Peraturan Gubernur Lampung yang menjadi dasar pembakaran pemanenan tebu melalui Putusan Nomor 1P/HUM/2024 tanggal 19 Maret 2024. Putusan tersebut mempertegas bahwa peraturan gubernur tersebut bertentangan dengan hukum di atasnya.
Post a Comment