Rencana Pemprov Lampung menurunkan Tim Pembina Samsat melakukan pendataan objek pajak kendaraan bermotor di SPBU mulai Selasa (7/11/2023) besok, dinilai akan merusak pasaran Pertamina, selain menimbulkan kemacetan dan rawan keributan.
"Karena kebijakan menagih pajak kendaraan bermotor (PKB) di SPBU itu, sangat tidak tepat. Banyak hal negatifnya dan merugikan penjualan di SPBU lokasi razia serta yang pasti akan merusak pasaran Pertamina," kata pengamat ekonomi, Mirwan Karim, Senin (6/11/2023).
Dosen senior FE Unila ini menyarankan, Sekda Fahrizal Darminto mencabut surat terkait pola penagihan pajak di SPBU.
"Cara pendataan atau penagihan PKB semacam itu rawan timbulnya masalah baru. Termasuk mempermalukan wajib pajak di tempat umum," ujar Mirwan Karim, seraya menyarankan agar pemprov mengambil pola yang lebih bijak, di antaranya dengan mengirimkan surat pemberitahuan kepada WP yang menunggak sesuai alamat di STNK dan koordinasi dengan pemkab/pemkot se-Lampung.
Bagaimana bila Pemprov Lampung tetap ngotot dengan langkahnya? "Kalau pemprov tetap ngotot dengan rencananya, ya silakan saja. Tapi, tanggung sendiri risikonya jika di lapangan terjadi benturan dengan masyarakat. Yang penting, sebagai bagian dari rakyat Lampung, saya sudah mengingatkan," kata Mirwan dengan serius.
Wartawan senior ini menceritakan, sekitar 30 tahun lalu dirinya pernah masuk dalam tim yang disebut "Task Force", terdiri dari pejabat pemprov, Polda, dan wartawan, serta beberapa stakeholder lainnya.
Tim ini bertugas menginvestigasi dan menginventarisir kendaraan bermotor milik perusahaan-perusahaan besar di Lampung.
"Hasil kerja tim Task Force bisa dibilang sukses besar. Jangan kan truk-truk, semua alat berat yang ada di pabrik-pabrik, membayar pajak semua. Saya yakin, file tim ini masih ada di Pemprov Lampung maupun Polda Lampung," imbuh Mirwan Karim.
Terkait dengan itu, Mirwan Karim menantang Gubernur Arinal Djunaidi untuk melakukan hal yang sama.
"Berani tidak gubernur turunkan tim investigasi dan menginventarisir ranmor dan alat berat yang jumlahnya ratusan di PT Bumi Waras (BW), PT Sinar Laut, PT Sugar Group Compani (SGC), dan lain-lainnya. Coba cek langsung, menunggak tidak PKB-nya. Kalau gubernur berani menertibkan perusahaan-perusahaan besar itu dalam membayar pajak kendaraannya, bisa belasan miliar dana pajak yang masuk ke pemprov," urai Mirwan Karim.
Seperti diketahui, Sekda Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto, membuat surat Nomor: 973/4476/VI.03/2023 tertanggal 19 Oktober 2023, ditujukan kepada pemilik atau pengelola SPBU se-Lampung.
Dalam surat bersifat Segera tersebut, Sekda Fahrizal Darminto menyampaikan instruksi kepada Tim Pembina Samsat Provinsi Lampung, yang terdiri dari Bapenda Lampung, Ditlantas Polda Lampung, dan PT Jasa Raharja Cabang Lampung, bersama Satuan Polisi Pamong Praja untuk melakukan tiga hal.
Pertama: Mendata kendaraan yang mengisi BBM di SPBU. Kedua: Bagi kendaraan yang menunggak pajak diumumkan melalui speaker SPBU atau pengeras suara yang dibawa petugas. Ketiga: Akan dipasang stiker pemberitahuan pajak terhadap kendaraan yang menunggak pajak.
Bagaimana dengan tunggakan PKB perusahaan besar yang ada? Mengutip dari temuan BPK RI Perwakilan Lampung, yang dituangkan dalam LHP atas Laporan Keuangan Pemprov Lampung tahun 2022, setidaknya ada 12 perusahaan yang memiliki ratusan kendaraan dan menunggak pajak kendaraan bermotor (PKB), dengan total sebanyak Rp 12.538.865.700.
Perusahaan yang menunggak PKB itu di antaranya adalah PT GGP yang memiliki 722 unit kendaraan, jumlah tunggakan PKB-nya Rp 2.698.655.925, lalu PT MBM dengan 446 armada memiliki tunggakan sebanyak Rp 123.663.750.
Selanjutnya PT SA dengan jumlah kendaraan 333 unit, menunggak PKB Rp 1.664.278.200, sedang PT ZAMP dengan kendaraan 233 unit, menunggak Rp 3.008.061.300, dan PT MAI dengan 240 kendaraan menunggak pajak Rp 822.503.550.
Sementara PT PDM yang memiliki 191 unit kendaraan, menunggak pajak Rp 123.429.600. Dan PT BRI dengan kendaraan 443 unit, menunggak PKB sebesar Rp 360.767.625.
PT ASA yang mempunyai 156 unit kendaraan, menunggak Rp 426.317.625, dan PT GPM dengan 135 kendaraannya menunggak sebanyak Rp 1.035.915.150.
PT JAS dengan 133 unit kendaraan, menunggak Rp 754.947.600, sedangkan PT TBL yang mempunyai 134 unit kendaraan, diketahui memiliki tunggakan PKB Rp 1.214.012.475, serta PT SIL dengan 48 unit kendaraannya, menunggak pajak Rp 306.312.900.
Tunggakan pembayaran pajak ranmor hanya oleh 12 perusahaan -dari ratusan perusahaan yang ada di Lampung- sebanyak Rp 12,5 miliar lebih tersebut, tercatat hingga tahun 2021 saja. Hampir bisa dipastikan, menjelang akhir tahun 2023 ini, jumlah tunggakannyadiperkirakan mencapai Rp 15 miliaran.
Bagaimana dengan tunggakan pajak ranmor perorangan? Jika merunut sejak Arinal Djunaidi menjabat Gubernur Lampung, yaitu pada tahun 2019, hingga tahun 2021, jumlah tunggakannya mencapai Rp 540.447.936.143 dari 708.311 unit kendaraan.
Perinciannya, pada 2019 terdapat 212.173 unit kendaraan yang menunggak pajak, senilai Rp 219.047.575.650. Di 2020, jumlah kendaraan yang menunggak PKB 192.232 unit dengan total tunggakan Rp 154.814 050.790, dan pada 2021 ada 303.906 unit ranmor menunggak pajak sebesar Rp 166.586.309.503.
Masih menurut BPK, adanya tunggakan PKB yang sangat besar tersebut, oleh Bapenda Lampung tidak dicatat sebagai piutang.
Mengapa demikian? Kasubbid Pajak I Bapenda Lampung menjelaskan, piutang tidak dicatat karena surat ketetapan pajak daerah (SKPD) baru diterbitkan saat wajib pajak (WP) akan membayar pajak, bukan saat jatuh tempo kewajiban membayar pajak.
BPK juga menuliskan bila selama ini, Bapenda melakukan penagihan tunggakan PKB door to door hanya kepada wajib pajak perorangan saja. Sementara potensi PKB yang besar, yaitu perusahaan-perusahaan dan instansi pemerintah, justru tidak pernah dilakukan penagihan atas tunggakan PKB-nya.
Masih menurut BPK, berdasarkan database aplikasi e-samsat yang di-back up per-31 Desember 2022, tunggakan PKB yang selama ini tidak tertangani oleh Bapenda Lampung jumlahnya mencapai Rp 3.791.733 953 573.
Atas kinerja Bapenda Lampung yang tidak maksimal bahkan akan "menjerat" rakyat saat mengisi BBM di SPBU, Ketua BALAK, Yuridhis Mahendra, menyatakan keprihatinannya.
"Pemprov Lampung lebih seneng menginjak rakyat kecil dibanding perusahaan besar yang nunggak pajak ranmornya. Dzalim kalau kebijakan nagih pajak waktu rakyat isi bensin itu tetap dilaksanakan," kata dia.
Menurutnya, bahasa pendataan bukan penagihan yang dinarasikan Kepala Bapenda Lampung adalah wujud arogansi pejabat yang menganggap rakyat sebagai orang bodoh.
"Janganlah bermain narasi yang justru mengecilkan rakyat. Mendata itu kan karena menagih, hukum kausalitasnya demikian," ucap aktivis yang beken disapa Idris Abung ini, seraya menegaskan, kebijakan menagih pajak saat warga isi BBM di SPBU adalah kebijakan yang salah kaprah. (sugi)
Post a Comment