Kuasa Hukum Terdakwa Kasus PMD Lampura Nilai JPU Terkesan Paksakan Perkara dan Abaikan Perintah Kejagung


BANDAR LAMPUNG – Tim kuasa hukum terdakwa Kadis dan Kabid PMDT Lampung Utara, Welly bersama Gindha Anshori Wayka & rekan meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang menghentikan persidangan kasus dugaan Tipikor Bimtek tahun 2022.


Menurut Welly, kasus tersebut tidak layak dilanjutkan ke meja persidangan, karena kerugian negara yang dikorupsi kedua terdakwa bernilai kecil, di bawah Rp50 juta.

Sebagaimana diketahui, terdakwa Kadis PMD Lampung Utara Abdurahman didakwa menerima Rp25 juta. Mantan Kabid Pemdes Ismirham Adi Saputra menerima Rp5 juta. Sementara, Kasi PMD Ngadiman yang diadvokasi lembaga bantuan hukum (LBH) lain didakwa menerima Rp39 juta.

Welly menyebut, berdasarkan surat edaran Kejaksaan Agung (Kejagung) RI nomor Nomor: B-113/F/Fd.1/05/2010, bahwa setiap kasus tipikor dengan kerugian uang negara tidak lebih atau di bawah Rp50 juta tidak perlu dilanjutkan ke meja persidangan.

Namun faktanya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang tetap melanjutkan perkara yang dianggap tidak perlu sampai ke persidangan tersebut. sehingga, lanjut Welly, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai telah mengabaikan perintah Kejaksaan Agung RI.

Dengan tetap berlanjutnya persidangan di PN Tanjung Karang, Welly dan Gindha selaku tim advokasi kedua terdakwa berencana menemui Kajagung RI untuk berkoordinasi terkait surat edaran (SE) yang diterbitkan.

“Yang kita pastikan bahwa betul kita sampaikan ke persidangan kita akan utus beberapa orang untuk berangkat ke Kejaksaan Agung. Karena itu perintah, implementasinya jelas. Jadi jaksa di daerah harus melaksanakan itu. Tapi kan ternyata enggak. Malah dibawa ke sidang perdata lah, itu tipikor. Mestinya tidak sampe ke sini (Pengadilan),” ujar Welly didampingi Gindha Anshori Wayka & rekan usai sidang dakwaan, Kamis (2/11/2023).

Lanjut Welly, perkara tersebut seharusnya berhenti ketika JPU menyatakan kerugian negara tidak cukup Rp50 juta. “Harus berhenti di saat Kejaksaan menyatakan kerugian negara ini hanya 5 juta dan 25 juta, karena tidak cukup 50 juta. Makanya saya tadi minta (sidang) ditunda saja, karena saya mau ke Jaksa Agung,” tandas Welly.

Disambung Gindha Anshori Wayka, bahwa perkara yang menyeret kliennya itu terlalu prematur. Menurutnya, jaksa penuntut umum menuntut tanpa mengimplementasikan surat edaran yang tak lain merupakan produk Kejaksaan Agung. Oleh karena itu, Gindha menganggap penanganan perkara tersebut terkesan dipaksakan dan tidak berasas keadilan dan kemanusiaan.

“Artinya mereka yang punya produk, Kejaksaan Agung yang punya produk, jaksa punya produk, tapi kemudian mereka malah menuntut tanpa berkoordinasi terlebih dahulu dengan surat edaran itu. Hukum ini kan harus berdasarkan keadilan, kemanusiaan, jangan kemudian dipaksakan,” tegas Gindha.

Selain tidak mengimplementasikan surat edaran dan terlalu memaksakan perkara, Gindha juga menilai dakwaan JPU terhadap kliennya penuh dengan dugaan rekayasa, penguraiannya tidak jelas, dan tidak cermat.

“Harusnya komprehensif. Jadi jaksa dan hakim jangan hanya mencocokkan pasal dengan perbuatan. Tapi apa dibalik itu yang mewarnainya. Itu baru keadilan, kebenaran, dan hukum yang progresif,” ucapnya.

Ditanya terkait sidang lanjutan pekan depan, Gindha kembali menegaskan pihaknya akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perdana.

“Kita akan ajukan eksepsi dengan keberatan keberatan kita tadi. Terus kami akan ke Kejaksaan agung. Ya kita buka bener. Bila perlu kejaksaan Agung menghentikan penuntutan terhadap perkara ini,” pungkas Gindha.

Diketahui, sidang dakwaan kasus dugaan Tipikor Bimtek Pratugas dan Wawasan Kebangsaan Kepala Desa terpilih tahun 2022 di Dinas Pemerintahan Masyarakat Desa dan Transmigrasi (PMDT) ditunda dan berlanjut pada Kamis (9/11) mendatang dengan agenda permohonan eksepsi dari para terdakwa.

Post a Comment

Previous Post Next Post