Lampura - Perencanaan dan realisasi proyek di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (Perkim) Provinsi Lampung diduga bermasalah. Yang mengarah ke tindak pidana korupsi dan diduga telah dikondisikan.
Salah satunya proyek yang ada di Kotabumi Lampung Utara, yang mendapat sorotan tajam dan negatif dari warga.
Warga lingkungan Tanjung Alam Permai, Kelurahan Kota Alam, Kecamatan Kotabumi Selatan, Kabupaten Lampung Utara, menyayangkan kualitas proyek pembangunan siring pasang (Drainase) dengan nilai pagu hingga setengah miliar lebih yang dikerjakan asal jadi dan kualitas buruk.
Kegiatan milik Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Provinsi Lampung yang dimenangkan oleh CV Sunan Makmur Bersama melalui proses tender dengan nilai penawaran Rp593.734.089 terkesan dikerjakan asal jadi, seperti dikutif dari Sinar Lampung (Group Jaringan Sindikasi Pikiran Lampung).
Pasalnya, dalam pengerjaannya dilapangan seolah hanya mengejar volume atau panjang Siring tanpa mempertimbangkan kualitas pekerjaan dan azas manfaat dari keberadaan Siring itu sendiri.
“Rumah saya ini dilintasi drainase itu. Pekerjaan Siring itu kini tidak dapat mengaliri pembuangan limbah (air) rumah tangga. Sehingga air limbah tergenang dan dikhawatirkan bakal menjadi sarang penyakit. Airnya ini enggak ngalir pak, berhenti ditengah. Siring ini terinjak kaki saja protol. Genangan airnya hampir semata kaki pak. Kalau musim penghujan nanti malah banyak jentik nyamuk dan malah jadi sarang penyakit,” kata Santoso (52), Senin, 2 Oktober 2023.
Menurutnya, selama proses pengerjaan proyek sangat minim pengawasan, baik dari pihak dinas terkait maupun konsultan supervisi (pengawasan) hampir tak pernah terlihat ada dilapangan. “Kalau orang dinasnya ya cuma lewat-lewat saja, kalau konsultan pengawasnya saya kurang tahu, enggak pernah ketemu atau lihat di lokasi,” katanya.
Santoso berharap pekerjaan drainase dilingkungan tempat tinggalnya dapat diperbaiki kembali dan dikerjakan secara maksimal. Sehingga dengan adanya solusi tempat pembuangan limbah rumah tangganya kini dapat dimanfaatkan dengan baik dan bisa mengalir dengan lancar. “Ya kita minta, warga sih maunya dikerjakan dengan baik. Airnya bisa mengalir, diperbaiki lagi siringnya. Ini saya sampai-sampai beli pasir dan semen sendiri untuk perbaiki (Siring) supaya airnya bisa mengalir,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan warga lainnya, Marhadi (33) yang juga mengeluhkan kondisi drainase yang dibangun di lingkungannya. Mulai dari kualitas (mutu) bangunan siring, sampai pembersihan sisa-sisa material dan sisa galian tanah yang bertaburan tidak ada perapihan kembali.
Dia juga kagaet saat akan membuat gorong-gorong untuk perlintasan kendaraan milik kerabatnya. Karena siring baru jadi itu rapuh. Bangunan siring yang mudah sekali runtuh dan rusak. Hal itu seolah-olah dalam pengerjaannya mengurangi volume material seperti penggunaan semen dan pasir yang tidak sesuai spesifikasi teknik yang berlaku.
“Drainase ini pembangunannya kurang memadai, kurang baik. Karena pagi ini sewaktu saya mau buat gorong-gorong, (Siring) mudah tabur. Ini sepertinya proyeknya sudah enggak benar. Ini kayaknya kurang semen pak, tidak layak pak,” keluh Marhadi.
Selama pengerjaan proyek berlangsung, katanya dirinya tidak pernah melihat pengawas atau orang dinas yang turun lapangan, konsultan pengawas pun tak pernah muncul dilapangan. Hanya saja ada perwakilan pemborong yang mengaku sebagai mandor lapangan bernama Romli. “Sampai saat ini belum ada yang turun tinjau lapangan mulai dari pihak dinas, maupun pihak pemborong. Hanya saja ada yang mengatasnamakan dia sebagai mandornya saja,” jelas dia.
Dia juga berharap pekerjaan tersebut diperbaiki kembali oleh pihak pemborong agar kualitas Siring (drainase) menjadi lebih baik lagi dan dapat dirasakan manfaatnya oleh warga. “Harapan saya supaya diperbaiki kembali siringnya, karena ini sangat tidak layak. Hitungan hari mungkin sudah rusak lagi proyek (drainase) ini,” ujarnya.
Pantauan wartawan dilokasi, pembangunan drainase yang menghabiskan dana hingga setengah miliar tersebut secara kasat mata terlihat kurang rapih. Mulai dari lantai dasar siring dan kedalaman yang tidak beraturan, pembangunan yang posisi bibir siringnya lebih tinggi dari badan jalan.
Sehingga genangan air hujan pada permukaan jalan diprediksi tidak akan mengalir jatuh ke siring pasang di kanan-kiri jalan dan akan tergenang serta mempercepat kerusakan pada infrastruktur jalan. Bahkan pada pelaksanaan proyek dilapangan, para pekerja tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) dengan kata lain ada dugaan rekanan tidak mengindahkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tenaga kerja.
Guna keberimbangan pemberitaan, awak media masih berusaha melakukan konfirmasi kepada rekanan (pemborong) proyek, pihak Disperkim Provinsi Lampung, Konsultan Supervisi dan pejabat terkait.
Post a Comment