Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Kasus ini diduga menyeret nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin saat ia menjabat Menteri Tenaga Kerja.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menanggapi isu yang beredar bahwa KPK dinilai sebagai alat politik dalam proses penyidikan kasus di Kemenaker.
“Sama sekali tidak ada kaitannya dengan proses politik yang sedang berlangsung tersebut,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada awak media di Jakarta, Minggu (3/9).
Ali memastikan, pihaknya bekerja secara profesional dalam menangani kasus ini.
Menurut dia, KPK merupakan penegak hukum dan tidak terpengaruh kepentingan politik mana pun.
“Kami tegaskan, persoalan politik bukan wilayah kerja KPK,” tegas Ali.
Ali menegaskan, KPK merupakan penegak hukum yang tegak lurus dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Kami penegak hukum dan di bidang penindakan, kacamata kami tegak lurus hanya murni persoalan penegakan hukum tindak pidana korupsi,” kata Ali.
Ali pun meminta agar masyarakat tidak menyebarkan isu yang tidak benar terkait pengusutan KPK itu berkaitan dengan strategi politik.
“Kami berharap para pihak tersebut tidak lagi menyebar narasi informasi yang tidak utuh,” tutup Ali.
Sekedar informasi, nama Cak Imin sempat dikaitkan dengan kasus dugaan korupsi sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker).
Peristiwa dugaan korupsi itu terjadi di tahun 2012, kala itu Cak Imin menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja periode 2009-2014.
Kasus itu terbongkar setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua pejabat Kemenakertrans, yaitu Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT) I Nyoman Suisnaya, serta Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans Dadong Irbarelawan.
Keduanya tertangkap bersama seorang pengusaha bernama Dharmawati yang memberikan suap senilai Rp 1,5 miliar dalam sebuah kardus durian hingga peristiwa itu disebut kasus ‘kardus durian’.
Kardus durian merupakan tempat uang senilai Rp 1,5 miliar yang ditemukan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi di kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2011. **
Post a Comment