Menyingkap Modus Pembuatan Pupuk Palsu Di Lampung

Lampung Selatan - Penggerebekan ratusan ton pupuk palsu oleh aparat Polres Lampung Tengah dan Lampung Selatan beberapa waktu silam, masih terus dilakukan pengembangan.



Apalagi, yang ditengarai sebagai bos besar atau produsennya yaitu ASH, belum juga ditangkap.

Padahal, pria kelahiran Bandar Jaya, 3 Agustus 1980 itu, sudah sejak lama dimasukkan dalam daftar pencarian orang alias DPO. Baik oleh polres maupun Polda Lampung.

ASH juga dikabarkan sudah pernah ditangkap oleh aparat Polda Lampung dalam kasus peredaran pupuk palsu. Namun, seperti diungkap AC, bos besar ini akhirnya lolos dari hukuman. Bahkan perkaranya mendapatkan SP3 alias dihentikan.

Menurut AC, ASH memang mempunyai jaringan yang “terpelihara baik” di lingkungan aparat penegak hukum. Karenanya, meski beberapa kali terkena penggerebekan atas usaha ilegalnya, ia selalu lolos. Hanya anak buahnya saja yang “dikorbankan”.

Termasuk AC pernah ditahan di Lapas Kalianda selama enam bulan akibat kasus pupuk palsu yang dimainkan ASH sejak 2018 tersebut.

Bagaimana modus yang dimainkan ASH sebagai produsen besar dalam mengemas pupuk ilegalnya? Melalui telepon, Selasa (19/9/2023) siang, AC menguraikan, dalam proses pembuatan pupuk, ada beberapa kategori yang dilakukan ASH.

Dijelaskan oleh AC, untuk pupuk NPK phoska standarisasi bahan yang digunakan seharusnya adalah kandungan nitrogen atau urea 15%, pospat 15%, dan kalium 15%.

“Sedangkan bahan yang digunakan ASH hanyalah kapur pertanian atau dolomit yang diberi pewarna perep merah. Agar ada rasa seperti aslinya, diberikan amoniak klorida sekitar maksimal 5%,” urai AC yang mempunya keahlian dalam urusan pupuk.

Untuk sp 36, lanjut dia, seharusnya bahan yang digunakan adalah pospat dengan kadar 36%. Sedang bahan yang digunakan ASH hanya berupa kaptan atau dolomit tepung yang digranular.

Sementara, untuk pupuk jenis KCL, semestinya menggunakan bahan potasium atau kalium dengan kadar 60%.

“Untuk KCL ini, ASH hanya memakai campuran garam dan dolomit yang diberi pewarna saja. Kadangkala ditambah amoniak klorida sekitar 30%. Itu pun kalau lagi ada barangnya,” ucap AC yang mengaku kini berdomisili di Jawa Barat selepas menyelesaikan hukumannya di Lapas Kalianda.

Ia mengaku mengetahui dengan persis praktik pembuatan pupuk palsu yang dilakukan ASH selama ini. Termasuk peredarannya, bukan hanya di Lampung tetapi juga di Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, bahkan Riau.

Dengan kemampuan produksi pupuk palsu mencapai 300 ton per-bulan, kata AC, kehidupan materi ASH memang langsung melonjak. Yang sebagiannya ia gunakan untuk “biaya pengamanan” kepada jaringan APH, sehingga selama ini ia selalu “lolos” dalam setiap perkara pupuk palsu, dengan mengorbankan anak buahnya saja.

Post a Comment

Previous Post Next Post