Pesisir Barat - Ibarat disuruh jatuh ditimpakan tangga pula, begitulah nasib belasan pedagang segitiga Ngambur yang digusur secara paksa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Barat pada tahun 2018 silam.
Lokasi dagangan yang semula digunakan pedagang untuk mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, diratakan secara membabi-buta oleh Excavator yang disediakan Pemkab Pesibar, khusus untuk membumi hanguskan kios-kios pedagang ditanah sangketa yang berlokasi di Pekon Negeri Ratu Ngambur, Kecamatan Ngambur.
Begitulah cerita Soni, salah satu dari Lima pedagang yang bangkrut akibat barang dagangan dan kios miliknya dirusak pengeruk besi raksasa yang dijaga oleh puluhan Pol PP saat lokasi Segitiga Ngambur yang konon katanya tanah milik Pemkab tersebut diratakan dengan tanah.
"Waktu itu tengah terik matahari di Jumat siang saat bersamaan dengan shalat Jumat, segerombolan tim dari Pemkab Pesibar datang merusak semua yang ada di Segitiga Ngambur tanpa ada yang tersisa," ucap Soni lirih saat membahas kilas balik peristiwa kelam itu kepada wartawan, Rabu (30/08/2023).
Tak terima dilakukan semena-mena, pada tahun yang sama akhirnya 11 dari 17 pedagang yang merasa tertindas akibat penggusuran itu melaporkan tindakan brutal Pemerintahan Daerah Kabupaten Pesisir Barat kepada Polres Lampung Barat untuk meminta keadilan.
Setelah resmi melaporkan hal itu, Pemkab Pesibar melalui Sekretaris Daerah yang saat itu dijabat oleh Lingga, akhirnya meminta pedagang agar mencabut laporan tersebut dan berjanji akan memberikan ganti rugi yang disebut tali asih kepada pedagang yang kiosnya telah dibumihanguskan.
"Saat itu kami diminta agar datang kebalai desa untuk menandatangani surat damai dan mengurus administrasi pemberian tali asih sebagai ganti rugi penggusuran tersebut," ucap Soni.
Ketika itu, sambung Soni, Pemkab Berjanji akan merealisasikan tali asih tersebut secepatnya agar para pedagang bisa kembali membuka usahanya.
Bak ditenggelamkan dalam janji hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, bahkan sampai Lima tahun pasca peristiwa mengerikan tersebut terjadi, uang tali asih itu tak kunjung diterima pedagang.
Bahkan saat ini Soni masih menunggu belas kasihan Pemkab Pesibar yang diharapkan mempunyai rasa kemanusiaan untuk merealisasikan tali asih tersebut, mengingat dirinya sekarang hanya menjadi pengangguran, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sangat sulit.
"Kami tidak tahu apa yang menjadi dasar Pemkab Pesibar tiba-tiba mengusir paksa pedagang yang berdagang dilokasi tersebut, padahal saya dan pedagang lainnya menyewa tanah tersebut sejak tahun 2012 silam, dan selama itu tidak ada masalah, baik dengan pemilik tanah maupun pemerintah yang mengaku bahwa tanah itu milik Pemkab," ulas kembali Soni yang masih menyesalkan musibah tersebut terjadi kepada dirinya dan pedagang lainnya.
Soni pun merasa heran, karena menurutnya jika tanah di Segitiga Ngambur tersebut diklaim milik Pemkab Pesibar, namun anehnya Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat sendiri menganggarkan ganti rugi bagi pemilik tanah sebagai ganti atas pengambil alihan tanah tersebut.
Bahkan dari pengakuan pihak Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Sekretariat Pemkab Pesibar, tali asih bagi para pedagang yang tergusur, tidak akan dikeluarkan jika kesepakatan antara pemilik tanah dan Pemkab Pesibar tentang ganti rugi atas tanah tersebut tidak menemui kesepakatan.
Sedangkan lebih lanjut Soni menjabarkan, bahwa ganti rugi untuk pemilik tanah dan anggaran yang disediakan Pemkab Pesibar jauh dari permintaan ganti rugi yang diajukan pemilik tanah.
Maka dari itu sangketa tersebut tak tahu kapan akan selesai, sedangkan para pedagang hanya dapat menunggu keajaiban untuk realisasi tali asih tersebut tiba, walaupun menunggu dalam keadaan lapar dan serba kekurangan akibat tindakan semena-mena yang dilakukan oleh Pemkab Pesibar terhadap para pedagang.
Soni berharap Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat membuka mata hatinya dan melihat seberapa sengsara hidup pedagang yang menyambung nyawa dengan berjualan ini, melanjutkan hidup terombang-ambing setelah terjadinya penggusuran paksa tersebut.
Pedagang berdarah minang ini melanjutkan bahwa ia dan pedagang lainnya akan kembali melanjutkan proses hukum atas tindakan pengrusakan yang dilakukan oleh Pemkab Pesibar tersebut terhadap pedagang di Segitiga Ngambur, jika dalam waktu dekat Pemkab tidak juga kunjung merealisasikan tali asih itu.
Sedangkan Sub Koordinator Administrasi Pemerintah Bagian Tata Pemerintahan Pemkab Pesibar Ikhsan Haqiqi tidak menampik adanya anggaran untuk ganti rugi tanah Segitiga Ngambur tersebut.
Ikhsan menyebutkan bahwa Pemkab tidak dapat merealisasikan tali asih bagi para pedagang yang terdampak penggusuran tersebut ketika tidak adanya kesepakatan ganti rugi antara pemilik tanah dan Pemerintah Daerah.
"Intinya harus clear dulu dua-duanya (Ganti rugi atas tanah dan tali asih bagi pedagang) permasalahan ini, ketika memang si permasalahan tanahnya ini dengan Edwin (Pemilik tanah) itu beres baru diberesin semua," kata Ikhsan saat diwawancarai diruang kerjanya.
Ikhsan melanjutkan alasannya kenapa tali asih tersebut hingga saat ini tidak direalisasikan, menurutnya ketika Pemkab Pesibar merealisasikan tali asih bagi para pedagang tersebut, maka secara tidak langsung Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat mengakui bahwa tanah tersebut milik Edwin Toha.
Lebih lanjut Ikhsan menyebutkan bahwa dari sisi kemanusiaan, tali asih bagi pedagang itu memang harus segera dibayarkan, namun Ikhsan takut dampak dari realisasi tali asih itu berpengaruh bagi tujuan Pemkab.
Tak tahu apa tujuan Pemerintahan Daerah yang dimaksud oleh Ikhsan, namun yang jelas ikhsan menyatakan bahwa realisasi tali asih itu harus mendapatkan persetujuan pimpinan, dan menurutnya pimpinan berpikir sama seperti dirinya. (Andrean/Wawe/AKJII)
Post a Comment