Ada Bacaleg Eks Koruptor di Kabupaten Pesisir Barat Yang Tak Boleh Diketahui, Ada Apa Dengan KPU?

 


Pesisir Barat - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pesisir Barat terkesan melindungi Bakal Calon Legislatif mantan Koruptor yang mendaftarkan diri dalam kontestasi politik Pemilihan Umum (Pemilu) di wilayah setempat.

Kesan melindungi Koruptor yang dilakukan oleh pihak KPU Pesibar itu didapati ketika awak media mencoba mengkonfirmasi data Bacaleg mantan Koruptor yang telah dideteksi dalam tahapan pengajuan berkas Bacaleg oleh Partai Politik peserta Pemilu, baik yang lolos ataupun yang belum memenuhi syarat yang berkasnya telah diperiksa oleh pihak KPU Pesibar dalam pengajuan Bakal Calon Legislatif di kabupaten termuda di Lampung itu.

Pihak KPU Pesisir Barat tidak berkenan menyebutkan jumlah ataupun data diri, dan informasi Bacaleg yang pernah terseret kasus Korupsi sebelum mendaftarkan diri dalam kontestasi politik Pemilu 2024 mendatang, dengan alasan belum memeriksa keseluruhan berkas Bacaleg secara rinci. 

Padahal pihak KPU Pesibar jelas-jelas telah memeriksa keseluruhan berkas Bacaleg untuk melihat kelengkapan, keabsahan, dan keaslian berkas administrasi ataupun kesalahan dalam memenuhi syarat wajib untuk mendaftarkan diri sebagai wakil rakyat.

Anehnya lagi Ketua KPU Pesisir Barat Marlini menyebutkan bahwa informasi mengenai Bacaleg mantan Koruptor yang mendaftarkan diri dalam kontestasi politik itu adalah masalah internal, sehingga pihaknya tidak berkenan untuk memberikan informasi tersebut.

"Yang jelas seluruh warga negara Indonesia (Termasuk mantan Koruptor) mempunyai hak yang sama didepan hukum baik untuk memilih ataupun dipilih, dan tidak ada tekanan apapun dari kita (KPU) terkait apapun terkait narapidana ini," kata Marlini saat diwawancarai awak Media, Senin (03/06/2023).

Padahal salah satu agenda substansial yang menjadi tugas penyelenggara pemilu, termasuk Komisi Pemilihan Umum adalah mewujudkan penyelenggaraan Pemilu secara transparan. KPU sebagai sebuah lembaga publik non-struktural, memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan informasi kepada publik. Publik di sini adalah setiap warga negara atau badan publik yang berhak atas informasi publik. 

Keterbukaan informasi publik dalam konteks Pemilu telah diakomodasi dalam undang-undang Pemilu No. 7 tahun 2017. Pada pasal 3 UU Pemilu tersebut, disebutkan tentang prinsip dari penyelenggaraan pemilu yakni (i) transparan dan (ii) akuntabel.

Sebagai bentuk kesungguhan KPU menerapkan prinsip keterbukaan, KPU menerbitkan PKPU No. 8 tahun 2019, tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Dalam Bab I pasal 2 angka 2 huruf g, disebutkan bahwa “dalam menyelenggarakan pemilu, penyelenggara pemilu harus memenuhi prinsip terbuka”.

KPU RI sendiri mendapatkan penghargaan sebagai badan publik non-struktural 'terinformatif' yang merupakan kelas tertinggi dalam penghargaan yang diselenggarakan Komisi Informasi Pusat RI sebagai komitmen penerapan atau implementasi Undang-Undang No.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik di tahun 2022.

Namun nyatanya tidak semua jajaran KPU bersikap dan berperilaku sama sesuai dengan penghargaan tersebut. KPU Pesisir Barat adalah salah satu contoh buruk implementasi keterbukaan informasi publik yang dijamin oleh negara dalam memperoleh informasi, apalagi informasi tersebut merupakan kepentingan hidup seluruh masyarakat yang ada di wilayah setempat.

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Pemilu 2019, terdapat 81 Caleg berstatus eks-koruptor dari 14 partai politik, sebanyak Delapan caleg atau hampir 10% terpilih.

"Maka akan banyak kita temui di dalam kertas suara, mantan-mantan terpidana koruptor, akan terjadi kemunduran luar biasa dalam hal penjaminan nilai integritas dalam pemilu 2024 mendatang," kata Kurnia Ramadhana yang tergabung didalam Divisi Korupsi Politik ICW.

Menurut pihak ICW keberadaan Caleg yang tidak berintegritas tentu saja akan menambah masalah bagi parlemen baik di pusat maupun di daerah di kemudian hari. Muncul kekhawatiran Caleg eks Koruptor hanya akan menularkan bibit Korupsi kepada anggota Legislatif lainnya atau bahkan mengulang praktek Korupsi yang pernah dilakukan sebelumnya.

Rakyat juga sebaiknya tidak memilih Caleg yang Korup untuk mewakili kepentingan mereka di parlemen. Intinya yang ingin disampaikan ICW adalah jangan biarkan Koruptor eksis dimanapun mereka berada termasuk di parlemen, maka dari itu keterbukaan informasi publik merupakan hal yang paling penting dalam mencari informasi tersebut.

Sudah seharusnya parlemen tidak lagi ditempati oleh mantan Koruptor agar dimasa mendatang citra lembaga Yudikatif ini semakin membaik dan tidak lagi ditempatkan sebagai institusi terkorup. (Andrean/Wawe/AKJII)

Post a Comment

Previous Post Next Post