Pak Bupati Tolong Evaluasi Kinerja SDM UPTD PPPA Pesibar

 


Pesisir Barat - Terkait buruknya pelayanan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Pesisir Barat, Direktur Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Toni Fisher angkat bicara.

Toni mengatakan dengan adanya permasalahan ini sudah saatnya Bupati Kabupaten Pesisir Barat mengevaluasi kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) di UPTD PPPA Pesibar, bahkan Toni meminta SDM yang tak becus bekerja untuk diganti dengan SDM yang benar-benar mengerti tugas dan fungsi yang seharusnya dilakukan pihak UPTD PPPA.

"Sudah saatnya Bupati mengevaluasi kinerja SDM di UPTD PPA tersebut, kalau perlu diganti, dan menempatkan SDM yang harus melalui uji kompetensi, tempat kan SDM yang memahami dan menguasai undang-undang perlindungan anak, undang-undang KDRT, undang-undang TPPO, undang-undang kesejahteraan anak, undang-undang HAM, undang-undang TPKS,Konvensi Hak anak, menguasai SPA (Sistem perlindungan anak)," kata Toni saat diwawancarai, Senin (08/05/2023)

Hal itu dilakukan agar UPTD PPPA benar-benar tahu bagaimana Tupoksinya sebagai lembaga strategis dalam pemenuhan hak-hak perempuan dan anak, Toni menyebutkan jika SDM nya tidak becus menangani kasus maka hak-hak perempuan dan anak tidak akan dapat terpenuhi.

"Disisi lain SDM di UPTD juga harus menguasai tatakelola organisasi nya yang sudah ditetapkan oleh Bupati melalui Perbub, juga panduan yang dikeluarkan oleh Kementerian PPA," ucap Toni.

Toni juga menyoroti UPTD PPPA yang tidak menyediakan bantuan hukum dan Psikolog dalam menangani kasus-kasus di Pesisir Barat, karena menurutnya semua pembiayaan pelayanan UPTD PPPA yang bersumber dari bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) jelas telah dianggarkan, hal ini yang harus menjadi perhatian Aparat Penegak Hukum untuk mengaudit penggunaan anggaran pada UPTD PPPA Pesibar.

"Jadi tidak ada alasan kalau UPTD nya tidak efektif dalam pelayanan, (jika tidak juga efektif) sekalian bubarkan saja UPTD nya," tegas Toni.

Toni berharap agar Bupati menempatkan SDM di Dinas PPPAKB dan UPTD PPPA yang dapat mendukung visi dan misi Bupati dalam perlindungan terhadap anak dan perempuan, karena jelas bahwa perempuan dan anak berhak mendapatkan pelayanan dan penanganan kasus dari dinas terkait.

Diberitakan sebelumnya selama periode Januari hingga Mei tahun 2023 tercatat terdapat 12 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Pesisir Barat Lampung, angka tersebut cukup tinggi bagi Pesisir Barat yang hanya mempunyai penduduk kurang dari 120.000 Jiwa.

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Keluarga Berencana (PPPAKB) melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) sejatinya hadir untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah.

Namun berbanding terbalik dengan pelayanan yang diberikan oleh UPTD PPPA Pesisir Barat, masyarakat mengeluhkan pelayanan UPTD PPPA Pesibar yang di kepalai oleh Widya Wati yang dinilai tak 'becus' menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah setempat. 

Keluarga korban kasus kekerasan, sebut saja nama korban adalah Mawar (Bukan nama sebenarnya) mengaku sangat kecewa dengan pelayanan UPTD PPPA Pesibar dalam menangani kasus keluarga nya, seperti yang terjadi saat sidang kasus kekerasan yang dilakukan terhadap Mawar, UPTD PPPA sama sekali tidak memberikan pengacara untuk mengawal kasus hukum terhadap pelaku, bahkan Kepala UPTD PPPA yang saat itu mengikuti proses sidang hanya berleha-leha duduk sambil memainkan handphone hingga sidang selesai digelar. Al hasil penjatuhan tuntutan kepada pelaku tidak maksimal, keluarga korban mengaku sangat kecewa terhadap sikap Widya.

Keluarga korban pun harus menempuh jalur lain agar pelaku dapat dihukum sesuai dengan perlakuannya, hasilnya sangat mengejutkan, dari hasil tuntutan awal yang diberikan kepada pelaku selama 5 tahun, setelah melakukan banding ternyata pelaku dituntut 13 tahun penjara.

Keluarga korban kasus kekerasan terhadap anak lainnya, sebut saja korban bernama Melati (Bukan nama sebenarnya), sempat bertanya seputar kasus keluarganya kepada Widya selaku Kepala UPTD PPPA Pesibar saat menjalani sidang. Saat ditanya, ia (Widya) bahkan tak mengetahui siapa Jaksa yang menangani perkara itu, serta tidak mengetahui pasal berapa pelaku dijerat, selain tak menyediakan bantuan hukum seperti pengacara, Widya terkesan acuh dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak.

"Ia emg bener mendampingi, tapi sebatas tok menemani saat sidang aja, kaya lgi nonton tv," ujar sumber.

Selain permasalahan soal pendampingan hukum, UPTD PPPA Pesibar juga tidak menyediakan psikolog untuk menangani korban, sehingga tidak ada pelayanan psikologi untuk merehabilitasi mental dan kondisi korban, oleh karena itu korban yang mengalami trauma dan syok tidak mendapatkan penanganan yang serius.

Karena prilaku Widya, Keluarga korban lebih memilih menjalani kasus tersebut secara mandiri, dibanding meminta pihak UPTD PPPA Pesibar yang terkesan tak mempunyai niat membantu.

UPTD PPPA yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melayani masyarakat untuk menangani permasalahan-permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak malah menjadi momok yang cukup membuat masyarakat enggan untuk meminta bantuan pihak UPTD PPPA dalam menangani kasus kekerasan.

Selain dinilai tidak 'becus' bekerja, UPTD PPPA Pesibar juga terkesan acuh dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Pesisir Barat. Seperti yang juga dirasakan korban kekerasan sebut saja Bunga (Bukan nama sebenarnya) saat ingin melaporkan kejadian kekerasan terhadap dirinya, ia malah tidak dilayani dengan baik oleh UPTD PPPA Pesibar, al hasil dirinya enggan untuk melaporkan kejadian tersebut kepada UPTD PPPA Pesibar yang malah membuatnya semakin tertekan.

Dengan adanya kejadian itu masyarakat meminta pihak terkait untuk mengevaluasi kinerja UPTD PPPA Pesibar, karena hanya UPTD PPPA tempat bernaung korban kekerasan untuk bisa mendapatkan bantuan dan perlindungan, namun jika tetap dibiarkan maka hak-hak perempuan dan anak untuk mendapatkan perlindungan tidak akan tercapai. 

Menanggapi buruknya pelayanan UPTD PPPA Pesibar, Kepala Dinas PPPAKB Pesibar Dr. Budi Wiyono M.H., mengaku telah mengevalusasi permasalahan tersebut secara internal. Budi mengucapkan terima kasih atas masukan yang diberikan masyarakat, dengan adanya hal ini menjadi landasannya untuk dapat berbenah, ia berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan dan pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak baik di tingkat dinas hingga UPTD. (Andrean/Wawe/AKJII)

Post a Comment

Previous Post Next Post