Senat Unila Saat Ini Tak Pantas Lagi Memilih Rektor

Oleh : Herman Batin Mangku
.
Sebagian besar masyarakat dan para tokoh marah besar atas tertangkapnya Rektor Universitas Lampung Nonaktif Prof Karomani oleh KPK. Unila yang sejak digagas Gubernur Zainal Abidin Pagaralam (ZAP) untuk mencerahkan generasi muda daerah ini agar memiliki ilmu dan moral seketika "gelap" dikepemimpinan alumni IKIP Bandung itu.


Gubernur pertama berdarah Lampung asal Kedaton, Kota Bandarlampung itu mewujudkan mimpinya ketika telah menjadi wali kota Bandarlampung dan merangkap residen Lampung tahun 1962. Dia mulai dengan membuat Yayasan Pembina Perguruan Tinggi Lampung (YPPTL), cikal bakal Unila.

Dengan mendirikan sekolah dan perguruan tinggi, kakek Rycko Mendoza ZP ini ingin mewujudkan mimpinya sejak awal jadi "ambtenaar" atau ASN pada tahun 1957 agar sukunya maju: "Dengan pengalaman2 di sekolah serta minat penuh untuk bekerdja bagi suku kami jang sangat ketinggalan, dengan badan jang sehat mulailah saja mendjadi ambtenaar."
Mimpi "Sang Peletak Dasar Pemprov Lampung" itu seketika coreng-moreng dengan tertangkapnya Karomani oleh KPK atas dugaan korupsi penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri. Sejumlah tokoh sampai menteri diduga menitipkan calon mahasiswa dengan konpensasi ratusan juta rupiah buat "infak" versi Karomani.

Banyak tokoh, alumni Unila, serta dan elemen masyarakat, sudah bersuara menghendaki semua yang terlibat dalam lingkaran dugaan korupsi ini digulung KPK RI. "Kandangkan siapa saja yang nyogok-nyogok Prof Karomani," tandas tokoh masyarakat dan politikus senior Alzier Dianis Thabranie (ADT).

Selain Karomani, tersangka lainnya yang telah dikerangkeng KPK dalam kasus ini adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri dan pihak swasta Andi Desfiandi. Pejabat lainnya yang bolak-balik diperiksa KPK adalah Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan Prof Asep Sukohar.

Jelang Pemilihan Rektor Unila akhir tahun ini, masyarakat kembali bergolak lewat berbagai whatsapp grup dan media massa. Sebagian besar sangat mengharapkan mengganti Karomani dan rezimnya adalah wajah-wajah baru yang bersih dari kemungkinan telah terkontaminasi permainan "infak" ala Karomani.

Menurut beberapa tokoh dan masyarakat yang menyampaikan langsung ke saya, salah satu cara memulihkan kembali mimpi ZAP dan kepercayaan publik jelang pemilihan rektor, yakni sosok yang tidak masuk dalam lingkaran "infak" ala Karomani, salah satunya adalah Prof Asep Sukohar yang telah mengaku ikut dalam lalu lintas "infak" tersebut.

Namun, atas nama demokratisasi, jasa-jasanya, hak, dan bla-bla lainya, Prof Asep Sukohar tetap maju dan menjadi pendaftar terakhir calon rektor Unila, Selasa (29/11/2022). Alasannya maju kliemnya karena adanya dukungan kuat dari para senator dan tokoh masyarakat.

Calon rektor lainnya: (1). Wakil Rektor Bidang Akademik Unila Prof. Murhadi, M.Si; (2). Dekan FEB Nairobi; (3). Ketua Program Studi S-2 MIE Unila Dr. Marselina; (4). Ketua LPPM Prof. Lusmeilia Afriani; (5). Kepala UPT PKLI Dr. Ayi Ahadiat, S.E., M.B.A; (6). Dosen FH Prof. Dr. Hamzah, S.H., M.H.
(7). Wakil Rektor Bidang PKTIK Prof. Ir. Suharso, Ph.D.

Kini, bola sepenuhnya ada di tangan Senat Unila. Senat secara moral seharusnya turut bertanggung jawab atas kekacauan kepemimpinan yang pernah dipilihnya. Namun, selama ini, Senat Unila paling sepi kritikan atas produk kepemimpinan yang telah mencoreng cita-cita mulia ZAP mendirikan Unila pada 58 tahun lalu.

Padahal, berdasarkan statuta, 65 persen, mereka yang akan menetapkan tiga bakal calon rektor yang akan menggantikan Karomani. Dari ketiga bakal calon rektor itu, mereka akan ajukan untuk dipilih Kemdikbud yang mengantongi proporsi 35 persen suara pada 23 Desember 2022.

Nah, senat yang akan memilih tiga calon rektor itu masih 100 persen sama dengan yang memilih Karomani. Namun, hingga kini, Senat Unila "adem ayem bae", suara hinggar binggar masyarakat dan tokoh seakan tak menembus Kampus Unila. Kesannya, sangat tertutup dan asyik sendiri seolah Unila tidak terjadi apa-apa.

Senat Unila tanpa suara, tanpa terobosan baru yang bisa memberi pesan dan jaminan bahwa rektor terpilih nanti adalah yang terbaik karena dipilih oleh senat yang kredibel dan berintegritas dengan pemilihan yang transparan, partisipatif, dan adanya pengawasan.

Kalau senatnya "diem-diem bae", publik tak tahu apa yang dilakukan untuk menjamin Unila ke depan dipimpin oleh rektor jempolan yang akan dilantik Kemendikbud Ristek pada Januari 2023 untuk memulihkan nama baik Unila dan menjadikan Unila universitas terbaik.

Unila tidak sedang baik-baik saja, senat seharusnya lebih terbuka dan membuka ruang bagi partisipasi publik agar dapat memberikan garansi rektor terpilih nanti yang terbaik dan mampu menjawab harapan publik. Jangan sampai, Pilrek Unila kali ini malah membuat makin tak kridibelnya Senat Unila.

Beberapa aktivis muda, ada pejabat juga, bilang jika sapunya masih yang lama, bagaimana bisa membersihkan coreng-moreng di wajah Unila saat ini? Ada yang menitipkan empat poin Senat Unila saat ini tak pantas memilih rektor baru, yakni:

1. Senat Unila ini adalah 100 persen sama persis yang memilih rektor yang terdahulu yang tertangkap KPK, yaitu Prof. Karomani. Terbukti pilihan senat justru menghasilkan noda hitam nan kelam bagi Unila.

Bahkan dua mantan ketua Senat periode 2019-2023 ikut tertangkap KPK yaitu Prof. Heryandi (Ketua Senat karena diangkat jadi PR I Unila setelah Karomani jadi Rektor) dan M. Basri pengganti Prof. Heryandi, yang kemudian juga mengundurkan diri karena terpilih jadi dekan FKIP Unila.

Senat Unila yang seharusnya menjadi penjaga marwah Unila justru sudah terlibat jauh dalam pusaran praktek korupsi.

2. Senat Unila yang anggotanya 45 orang inilah yang juga akan memilih kembali rektor Unila yang baru. Sungguh satu peristiwa yang aneh dan nyata, sangat meragukan kredibilitas dan kapasitasnya.

Berdasarkan rekam jejak yang ada terlihat sekali kalau Senat Unila ini di bawah hegemoni Rektor Nonaktif Karomani. Terpilihnya Prof. Heryandi jadi ketua, yang kemudian digantikan oleh M. Basri memberi petunjuk akan hal itu. Kalau pun toh tidak semua, kita bisa menyakini bahwa mayoritas anggota senat adalah pendukung rezim Karomani.

Bagaimana mungkin, akan lahir rektor yang sesuai harapan kita semua, Rektor yang bisa memulihkan nama baik Unila, rektor yang akan mampu membawa Unila melangkah jauh menjadi universitas berprestasi kalau yang milih masih juga sapu kotor yang terbukti melahirkan rektor yang diduga melakukan tindakan korupsi.

3. Pilrek Unila terasa sangat tertutup dan asyik sendiri seolah Unila tidak terjadi apa apa. Tanpa terobosan baru, tanpa praktek praktek baru yang bisa memberi pesan dan jaminan bahwa rektor Tepilih nanti adalah yang terbaik karena dipilih oleh Senat yang Kredibel, senat yang punya integritas, dilakukan dengan cara cara yang transparan, partisipatif dan adanya pengawasan yang jelas.

Panitia dan Senat Unila tidak terlihat menerapkan prinsip prinsip "good corporate govermen" yang menjadikan partisipasi, transparansi dan pengawasan menjadi pijakan utama.

Apa yang dilakukan senat terkesan hanya pura-pura, seolah-olah, jangan-jangan memang sudah ada calon yang dikondisikan, dan patut dicurigai hanya untuk melanggengkan "Rezim Karomani".

4. Pilrek Unila sebaiknya tidak dilanjutkan, tahapannya dihentikan dulu. Mas Menteri harus mengambil sikap yang jelas dan tegas yaitu lakukan penggantian total seluruh anggota senat yang ada, karena kita sangat khawatir dengan integritas dan kredibilitas anggota senat sekarang.

Buat terobosan baru untuk bisa melibatkan partisipasi aktif diluar senat. Buat terobosan baru dengan membentuk lembaga pengawas adhoc dengan melibatkan KPK.

Tanpa semua ini dilakukan, maka hasil pilrek pantas untuk diragukan dan selayaknya untuk ditolak. Kalau kondisi ini sampai terjadi, maka Unila kembali akan menjadi korban dan makin tidak jelas nasibnya. Tabik pun.

Post a Comment

Previous Post Next Post