Sejumlah warga di Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung mengeluhkan sistem penetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang harus dibayar mahal juga diduga cenderung berpotensi pungutan liar (Pungli). Sabtu (3/12/22).
Pasalnya, diduga para oknum Bapenda Kabupaten Pringsewu ditengarai ada permainan dalam penetapan nilai BPHTB hingga tidak sesuai aturan dan peraturan bahkan rentan mempermainkan tabel harga.
Sejumlah notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang tak ingin disebutkan menyampaikan penyebab efek dari dugaan “permainan” tabel nilai pasar tersebut, masyarakat harus membayar pajak tinggi. “Contoh, saat mengajukan validasi atas BPHTB terutang, nilainya mencapai Rp 15 juta,” ungkapnya.
Menurut dia, Nilai Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di kabupaten pringsewu sudah disesuaikan, setelah Bapenda mendapat teguran dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Memang diterangkannya, perlahan Bapenda sudah memperbaiki dan mempermudah pembayaran PBB, namun belum maksimal.
Seharusnya, sesuai pasal 87 ayat 2 UU pajak dan retribusi, jual beli berdasarkan harga transaksi, dikatakannya permasalahan BPHTB ini sebenarnya sudah dilaporkan ke ombudsman perwakilan Lampung.
Sambungnya, dari hasil pemeriksaan Ombudsman, terdapat maladministrasi, tapi Bapenda tetap mengacu pada sistem online yang sistemnya belum sempurna.
Selain itu penetapan SK Bupati nomor : B/177/KPTS/B.03/2021 tentang penetapan harga dasar tanah dan harga dasar terendah tanah di Kabupaten Pringsewu, membuat masyarakat mengundurkan diri untuk mengikuti program PTSL ataupun Prona.
Pada dasarnya, diketahui Prona dan PTSL sama-sama merupakan program sertifikasi tanah gratis yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk masyarakat.
Notaris PPAT di Pringsewu tersebut juga menerangkan modus oknum di Bapenda Kabupaten Pringsewu dalam melakukan praktik pungutan liar, yakni melakukan negosiasi dengan notaris untuk mengatur validasi nilai BPHTB.
Disampaikannya, untuk satu berkas BPHTB, notaris itu menyampaikan Pungli yang diterapkan berkisar Rp 1 juta hingga Rp 5 juta.
“Para oknum itu meminta melakukan negosiasi dengan para pihak pelaku jual-beli objek lahan. Dari selisih harga tabel tertinggi dan terendah, oknum meminta bagi dua,” terang notaris yang meminta agar namanya tidak ditulis.
Seorang warga juga mengeluhkan pajak waris yang nilainya mencapai Rp 50 kita, karena harga tanah per meter dihitung berdasarkan nilai pasar yang dituangkan dalam SK bupati no: B/177/KPTS/B.03/2021.
Masyarakat sangat berharap ada kepastian jumlah bayar yang dapat dihitung sendiri sesuai yang tertera pada PBB untuk permohonan validasi BPHTB waris dan PTSL, karena di PBB sudah tertera jelas harga tanah dan bangunan per meter nya.
Ironisnya, Bapenda telah menerapkan sistem online untuk permohonan BPHTB. Namun, masyarakat tidak bisa mengaksesnya. “Apabila ada warga yang datang ke Bapenda untuk urusan BPHTB, selalu diarahkan ke notaris. Baik itu untuk validasi PTSL, waris, maupun jual beli,” imbuhnya.
Bahkan, dikabarkan banyak warga yang datang untuk mengikuti program Prona ini tidak mengetahui adanya BPHTB dan tidak ada sosialisasi. “Maka dari itu kami mohon kepada pemerintah setempat untuk memperhitungkan ulang dengan adanya Prona tersebut, adanya BPHTB.”lanjutnya.
Karena pada awalnya warga Kabupaten Pringsewu menyambut gembira dengan adanya pembuatan sertifikat tanah melalui program prona yang diinformasikan Pemerintah setempat hanya membayar jasa administrasi.
Namun, seketika masyarakat Kabupaten Pringsewu mengurungkan niatnya karena mendapatkan kabar di sertifikat tertera Terhutang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang harus dibayarkan terlebih dahulu hingga puluhan juta rupiah.
Salah satu warga mengatakan meskipun ada perhitungan – perhitungan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tetapi, masih terlalu memberatkan masyarakat.
“Oleh karena itu kami mohon kepada pemerintah daerah untuk mempertimbangkan ulang mengenai pajak terhutang pada sertifikat Prona terbaru.”katanya.
Program prona bertujuan membantu masyarakat meringankan beban membuat sertifikat, “Namun jika ternyata dibebani BPHTB terhutang, ini ya sangat membebani masyarakat, kecuali BPHTB nya di bayarkan saat terjadi transaksi jual beli. Presiden buat program prona untuk meringankan beban masyarakat, tapi kalau Pemda mencantumkan terhutang BPHTB dan tidak ada sosialisasi yang tuntas sama aja warga masuk jebatan Batman” ujarnya.
Dihimpun reaksi.co.id di kabupaten dan kota lain di Provinsi Lampung, tidak ada tertulis Terhutang BHTBnya, hanya di Kabupaten Pringsewu yang mencantumkan ini.
Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Pringsewu, Waskito, saat dikonfirmasi menyatakan, Surat keberatan ini masih kita proses, dan kemungkinan ada pengurangan nilainya, karena ini
ada ketentuannya, dan nggak ada tanah di Pringsewu harganya dibawah 100, NJOP jangan dipakai untuk patokan kita baru menerapkan 55% paling tinggi, ujar Waskito melalui Whatsappnya.
Sementara itu, Kepala Bapenda Kabupaten Pringsewu, Waskito, mengatakan pelayanan BPTHB sudah berjalan dengan baik sesuai rekomendasi BPK dan Ombudsman.
“Pelayanan BPHTB sudah online melalui aplikasi e-pajak Pringsewu dari permohonan sampai dengan penetapan,” kata Waskito melalui pesan daring dikutip dari neraca.
Adapun soal penetapan harga dengan harga pasar dan atau nilai transaksi, sesuai dengan transaksi.
“Saya pastikan masyarakat bisa mengakses dengan datang ke bapenda dan menggunakan akun Bapenda, di dampingi oleh petugas. Permohonan BPHTB tidak di pungut biaya atau gratis,” katanya.
Sebagai pengingat, program Prona atau PTSL yang dicanangkan Presiden Joko Widodo ini bersifat gratis alias tidak dipungut bayaran bagi masyarakat kurang mampu. Maka masyarakat dapat melaporkan ke pihak berwajib jika terjadi pungutan liar dalam proses pembuatan Prona atau PTSL.
Dengan program ini, pemerintah bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum atas hak tanah yang dimiliki masyarakat.
Nama lain dari PTSL ini adalah sertifikasi tanah. Pada dasarnya, Prona dan PTSL sama-sama merupakan program sertifikasi tanah gratis yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk masyarakat.
Post a Comment