Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan perhatian khusus dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor pendidikan. Laiknya dua sisi mata uang, dengan pengelolaan dana yang besar dunia pendidikan menjadi salah satu sektor rawan terjadinya korupsi, sekaligus menjadi medium yang optimum untuk menjalankan strategi preemtif guna menurunkan tingkat korupsi di Indonesia.
Hal tersebut membuat KPK mafhum dan menuangkannya ke dalam Trisula Pemberantasan Korupsi yakni mencakup strategi Pendidikan, Pencegahan, dan Penindakan. Berada di posisi terdepan, pendidikan harus menjadi benteng yang kokoh untuk menjaga integritas setiap insan—utamanya generasi penerus bangsa—untuk memiliki budaya antikorupsi.
Jika melihat realita hari ini, miris rasanya mengetahui dunia pendidikan harus berkutat dengan oknum yang menjadikannya ladang untuk mengeruk keuntungan bagi individu, kelompok, atau golongan tertentu. Merujuk data perkara, KPK telah menangani beberapa kasus yang terjadi pada sektor pendidikan di Indonesia yang tentunya mengakibatkan kerugiaan keuangan negara dalam jumlah banyak.
Di antaranya; korupsi pengadaan dan instalasi teknologi informasi (TI) Gedung Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia (UI) TA 2010-2011; Korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan TA 2011. Dari Korupsi tersebut diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp27 Miliar dari nilai kontrak Rp125 Miliar; Kemudian korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan, Provinsi Banten, TA 2017 yang diduga merugikan keuangan negara/daerah sebesar Rp10,5 Miliar.
Terbaru, KPK melakukan tangkap tangan pada dugaan korupsi penerimaan mahasiswa baru di Universitas Lampung (Unila). Dalam tangkap tangan tersebut, KPK bahkan salah satunya mengamankan Rektor sebagai pihak yang diduga sebagai penerima suap. Notabene Rektor merupakan orang nomor satu di perguruan tinggi dan seharusnya menjadi tauladan bagi ribuan mahasiswa yang ada di dalamnya.
Survei Integritas Pendidikan
Salah satu komitmen dan upaya KPK dalam perbaikan tata kelola sektor pendidikan, agar tindak pidana korupsi pada sektor ini tidak kembali terulang adalah melalui Survei Integritas Pendidikan atau SINDIK.
SINDIK ialah survei yang dilakukan sebagai upaya untuk memetakan kondisi integritas pendidikan di Indonesia baik pada lingkup peserta didik maupun ekosistem pendidikan yang mempengaruhinya seperti tenaga pendidik, pimpinan, dan aspek pengelolaan.
Hasil pemetaan melalui Sindik diharapkan dapat dijadikan dasar dan pertimbangan dalam menyusun rekomendasi peningkatan dan pengembangan upaya implementasi pendidikan karakter dan budaya antikorupsi yang lebih tepat sasaran.
Survei ini sedang berlangsung pada periode September hingga Oktober 2022. Dimana dalam pelaksanaannya, responden yang terpilih akan menerima link kuesioner melalui WhatsApp resmi bercentang hijau dengan nama pengirim Frontier. Terdapat empat kategori responden yakni siswa/mahasiswa, orang tua siswa, tenaga pendidik, dan pimpinan satuan pendidikan.
Pada tahun ini SINDIK akan melibatkan sebanyak 500 satuan pendidikan yang terdiri dari 227 sekolah dasar, 136 sekolah menengah pertama, 106 sekolah menengah atas, dan 31 perguruan tinggi. Pada tahun depan, diharapkan semakin banyak satuan pendidikan yang akan terlibat seiring dengan dijadikannya SINDIK sebagai program nasional.
Dengan skala yang lebih luas dan dukungan dari pelbagai stakeholder maka SINDIK akan dijadikan acuan untuk menilai posisi integritas dunia pendidikan Indonesia. Dengan hasil SINDIK nantinya, KPK juga akan memberikan rekomendasi perbaikan hal-hal yang dinilai kurang dan dapat dijadikan pembelajaran untuk meningkatkan budaya antikorupsi di dunia pendidikan Indonesia.
Pendidikan Antikorupsi dalam Presidensi G20
Komitmen KPK dalam pemberantasan korupsi sektor pendidikan juga ditunjukkan dalam forum Presidensi G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG) tahun ini. KPK mengusung 4 isu utama, dimana salah satunya adalah isu “Peran Serta Masyarakat dan Pendidikan Antikorupsi”.
Melalui pembahasan tersebut, KPK sebagai Chair mengumpulkan berbagai praktik baik dari negara peserta G20. Selain itu, G20 ACWG juga mendapat pengayaan dari berbagai organisasi internasional yang memiliki fokus pada upaya pendidikan antikorupsi tersebut.
Hari ini, Kamis (29/9), merupakan hari terakhir pertemuan putaran ketiga G20 ACWG yang berlangsung di Canberra, Australia. Dalam pertemuan ini, KPK sebagai Chair nantinya akan menyampaikan simpulan poin-poin kesepakatan untuk selanjutnya menjadi compendium atau kumpulan praktik baik, salah satunya pada isu “Peran Serta Masyarakat dan Pendidikan Antikorupsi”. Compendium tersebut nantinya bisa diterapkan oleh negara-negara anggota G20 maupun dunia internasional.
IPAK 2022
Dorongan program pendidikan antikorupsi pelan-pelan membuahkan hasil. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat skor Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) tahun 2022 ialah 3,93 atau naik 0,05 poin dibandingkan tahun sebelumnya. Menggunakan skala indeks 0 sampai 5 dimana skor IPAK tahun ini semakin mendekati skor maksimal dan dikategorikan sangat antikorupsi.
Capaian ini menggambarkan bahwa semakin banyak masyarakat Indonesia yang telah teredukasi pendidikan antikorupsi dan menunjukkan pembangunan budaya antikorupsi secara konsisten semakin membaik. Harapannya dengan semakin banyak program pendidikan antikorupsi di tahun ini, maka skor IPAK di tahun yang akan datang kembali meningkat.
Perlu disadari, tidak kurang dari seperempat umur manusia akan dihabiskan di bangku pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Oleh sebab itu, KPK percaya dan meyakini bahwa literasi antikorupsi akan membawa bangsa ini menuju hari-hari tanpa tindak pidana korupsi dalam menjalankan sistem kenegaraannya.
Keyakinan KPK tersebut pun selaras dengan rencana pemerintah yang akan menjadikan SINDIK sebagai program prioritas nasional pada tahun 2023. Dimana masyarakat dapat mengakses Informasi mengenai SINDIK lebih lanjut melalui https://sindik.kpk.go.id/sindik2022.
Post a Comment