JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat 601 perkara terkait penyelewengan dana desa yang berhasil diungkap sejak 2012 hingga 2021. Dari jumlah tersebut, 686 perangkat hingga kepala desa ditetapkan tersangka karena praktik korupsi.
Data ini dibeberkan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat sosialisasi dan bimbingan teknis desa antikorupsi di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, pada Senin, 26 September 2022.
Ghufron mengaku prihatin banyaknya penyelewengan dana yang seharusnya diperuntukkan untuk pembangunan desa.
“Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang. Wewenang yang Anda miliki itu wewenang publik tadi digunakan untuk kepentingan diri. Uang yang dititipkan negara kepada Anda adalah uang rakyat,” kata Ghufron melalui keterangan resminya, Selasa (27/9/2022).
Ghufron sangat menyayangkan maraknya penyelewengan dana desa. Padahal seharusnya kata dia, dana desa bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
“Dana desa yang seharusnya dimanfaatkan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa justru menjadi bahan bancakan oleh oknum kepala desa yang memanfaatkan jabatannya.
Mengutip Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto UU Nomor 20 Tahun 2001, kata Ghufron, korupsi adalah sebuah tindakan memperkaya diri dengan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Sementara pada Pasal 3, dijelaskan korupsi ialah menyalahgunakan wewenang jabatan publik untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Adapun, berdasarkan hasil kajian KPK, faktor yang biasanya membuat kepala desa terjebak dalam tindak pidana korupsi ialah karena tingginya biaya politik pada saat turun gelanggang pemilihan kepala desa.
“Akibatnya setelah menjabat, kepala desa cenderung memanfaatkan dana desa yang jumlahnya sangat besar untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan,” ungkapnya.
Sementara itu, modus yang biasa digunakan dalam berbagai perkara korupsi umumnya sangat sederhana. Misalnya, dengan menggelembungkan anggaran, penggelapan kegiatan, dan proyek fiktif.
“Ironisnya, modus-modus ini seringkali tidak dimengerti oleh kepala desa dan perangkatnya bahwa kegiatan tersebut masuk ke dalam ranah tindak pidana korupsi,” ucapnya.
Di sisi lain, Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Kumbul Kuswidjanto Sudjadi menjelaskan, sejak tahun 2015-2022, pemerintah pusat telah mengucurkan dana desa sekira Rp486 triliun. Dana itu dikucurkan untuk pembangunan desa dan meningkatkan level kehidupan masyarakat. Kumbul menyayangkan lantaran besarnya dana desa tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.
Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan, catatan KPK menunjukkan banyaknya korupsi di dalam pengelolaan dana desa, yang bahkan bisa jadi melebihi tingkat korupsi yang terjadi di perkotaan.
“KPK berkepentingan untuk datang ke desa. Kita harus samakan persepsi apa itu kejahatan korupsi dan apa itu permasalahan yang ada di desa lalu upaya apa yang bisa dilakukan. Kalau kita mengacu dari beberapa faktor terjadi tindak pidana korupsi karena ketidaktahuan,” kata Kumbul.
Atas dasar itu, Kumbul berharap program Desa Antikorupsi yang diinisiasi KPK bisa mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Di mana, program ini bertujuan untuk membuat tata kelola dana desa dan kehidupan di desa jauh dari tindak pidana korupsi.
Post a Comment