Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bahwa PT Sinar Ternak Sejahtera, yang merupakan bagian dari kelompok usaha PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk, terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dalam pelaksanaan kemitraan dengan 117 (seratus tujuh belas) plasmanya. Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi mengenakan sanksi maksimal bagi PT Sinar Ternak Sejahtera, yakni berupa denda sebesar Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) serta pencabutan izin usaha apabila tidak melakukan perintah perbaikan dalam perjanjian kerja sama kemitraannya. Keputusan tersebut dibacakan KPPU dalam Sidang Majelis Pembacaan Putusan Perkara Nomor 09/KPPU-K/2020 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Kemitraan Pola Inti Plasma di Sektor Peternakan Ayam terkait Pengembangan dan Modernisasi Kandang oleh PT Sinar Ternak Sejahtera yang dilaksanakan hari ini di Kantor Pusat KPPU Jakarta.
“Perkara ini bermula dari hasil penelitian yang dilakukan KPPU atas pelaksanaan kemitraan yang dilakukan oleh PT Sinar Ternak Sejahtera (Terlapor) melalui perjanjian kerja samanya dengan plasma, dimana di dalamnya mengatur tentang program pembangunan dan modernisasi kandang. Terlapor adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang kemitraan peternakan ayam, dimana Terlapor tidak memproduksi sendiri sapronak berupa DOC (day old chicken), pakan dan obat-obatan, tetapi membelinya dari perusahaan yang terafiliasi atau kelompok usahanya. Terlapor sebagian besar dimiliki oleh PT Prospek Karyatama yang memiliki hubungan kepemilikan dengan PT Sarana Farmindo Utama yang notabene merupakan anak usaha PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. Terlapor sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang peternakan ayam merupakan perusahaan inti dalam suatu hubungan kemitraan inti plasma. Dalam pelaksanaan, hubungan kemitraan yang dilakukan oleh Terlapor sebagai inti dan 117 (seratus tujuh belas) plasmanya tidak berjalan berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan yang saling menguntungkan, saling mempercayai, saling memperkuat dan saling mendukung,” tulis KPPU RI pada Press Release resminya, Jum’at (29/7).
Dalam proses pengawasan, KPPU memberikan kesempatan perbaikan melalui 3 (tiga) Peringatan Tertulis kepada Terlapor.
“KPPU juga telah memberikan waktu yang cukup kepada Terlapor untuk melaksanakan perintah perbaikan pada tahap Peringatan Tertulis I, Peringatan Tertulis II, Peringatan Tertulis III termasuk Penambahan Jangka Waktu Peringatan Tertulis III selama 30 (tiga puluh hari). Namun sampai dengan berakhirnya penambahan jangka waktu Peringatan Tertulis III, Terlapor belum melaksanakan sebagian perintah perbaikan KPPU, sehingga perkara dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan Kemitraan oleh Majelis Komisi,” jelasnya
Dari hasil persidangan Majelis Komisi disimpulkan bahwa Terlapor tidak melaksanakan berbagai perintah perbaikan, antara lain terkait pemisahan perjanjian pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang dan perjanjian kerja sama kemitraan; pengaturan harga jual beli tanah dan kandang plasma; pengaturan kesepakatan harga sewa menyewa tanah dan kandang plasma; pengaturan jangka waktu dan pelunasan hutang dana modernisasi kandang sebelum jatuh tempo yang harus dipisahkan dari perjanjian kerja sama kemitraan; dan perbaikan lainnya.
“Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Majelis Komisi memutuskan bahwa Terlapor terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Untuk itu, dalam Putusannya Majelis Komisi mengenakan sanksi berupa Perintah kepada Terlapor untuk menghapus bentuk menguasai secara yuridis dalam perjanjian kerja sama kemitraan antara Terlapor dengan Plasma yang terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, dengan melakukan perbaikan dalam hal antara lain:
a. Memisahkan 2 (dua) ketentuan perjanjian, yaitu perjanjian pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang
dan perjanjian kerja sama kemitraan, serta kewajiban Terlapor memberikan bukti pemisahan perjanjian
berupa APHT (akta pemberian hak tanggungan) dan sertifikat hak tanggungan untuk seluruh plasma;
b. Menghapus seluruh substansi perjanjian pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang di dalam
perjanjian kerja sama kemitraan;
c. Menambahkan klausula terkait penggantian (retur) sarana produksi peternakan dari yang semula setelah
berita acara serah terima ditandatangani menjadi 1 x 24 jam setelah plasma menerima barang;
d. Menambahkan pengaturan jangka waktu dan pelunasan hutang sebelum jatuh tempo dalam perjanjian
pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang;
e. Menambahkan pengaturan hak plasma untuk menentukan kelangsungan usaha peternakannya,” tambahnya setelah lunasnya hutang di dalam perjanjian pembiayaan/hutang dana modernisasi kandang.
“Terlapor diperintahkan untuk melaksanakan Perintah di atas dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah menerima Petikan dan Salinan Putusan. Jika tidak dilaksanakan, KPPU akan memerintahkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal selaku pejabat pemberi izin usaha untuk melakukan pencabutan izin usaha Terlapor dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima kesimpulan hasil monitoring pelaksanaan Putusan yang menyatakan Terlapor tidak melaksanakan berbagai Perintah di atas,” tedasnya.
Selain itu, Majelis Komisi juga menghukum Terlapor untuk membayar denda sebesar Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) yang harus disetor ke kas negara selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan memiliki kekuatan hukum tetap. Besaran denda tersebut merupakan denda maksimal yang dapat dikenakan KPPU berdasarkan undang-undang bagi pelanggaran pelaksanaan kemitraan usaha mikro, kecil, dan menengah. Putusan KPPU tersebut bersifat final karena tidak terdapat upaya lanjutan berdasarkan peraturan perundang-undangan atas Putusan, sehingga wajib langsung dilaksanakan oleh Terlapor. (*)
Post a Comment