WALHI Lampung Luncurkan Kajian Kebijakan pengelolaan sampah dan urgansi pembangunan PLTSA

 


Lampung, UNDERCOVER - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Lampung melakukan diskusi publik dan peluncuran hasil kajian terhadap pengelolaan sampah dan urgensi pembangunan PLTSA di Wood Stairs Cafe Bandar Lampung, rabu (17/02/2021) 


Diskusi tersebut dihadiri oleh 15 Anggota Lembaga antaralain ; NGO, Aktivis Lingkungan, Penggiat Alam dan Mahasiswa dan narasumber oleh Edi Santoso (Manajer Advokasi & Kampanye WALHI Lampung/Tim Kajian), Abdul Gofar (Project Officer Urban dan Iklim Eksekutif Nasional WALHI) dan Ismet Soleh (Kepala Bidang Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandar Lampung) serta dimoderatori oleh Rinda Gusvita (Dosen Teknologi Industri Pertanian dan Penggiatan Isu Lingkungan & Gender) dan beberapa anggota Walhi Lampung.


Direktur WALHI Lampung Irfan Tri Musri dalam sambutannya mengatakan bahwa saat ini kondisi persampahan di Kota Bandar Lampung merupakan suatu problem yang cukup kompleks karena menyangkut keseharian masyarakat dan juga kehidupan perkotaan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung yang memiliki luas mencapai 14 hekater diperkirakan juga tidak akan efektif untuk waktu yang cukup lama mengingat timbunan sampah yang sudah banyak dan masih menggunakan sistem open dumping. Kemudian selain itu, juga belum ada kebijakan khusus dalam rangka menangani persoalan sampah, meskipun bandar lampung telah memiliki Perda Nomor 5 Tahun 2015 namun ternyata mandat dari perda tersebut belum terimplementasikan dengan baik.



Selain itu terkait wacana pemerintah kota bandar lampung yang akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) juga sepertinya harus ditinjau kembali mengingat sampai dengan saat ini juga belum ada urgensi dan efektivitas dalam pembangunan PLTSa seperti di Sumatera Selatan dimana pembangunan PLTSa yang tidak digunakan. Kemudian di Kota-Kota Lain juga yang 


masuk dalam Perpres 35 Tahun 2018 belum ada yang mengimplementasikan PLTSa dengan metode thermal. Irfan Juga menambahkan bahwa Pembangunan PLTSa ini akan ada pemborosan anggaran karena biaya tipping fee (biaya yang harus dibayarkan Pemerintah kepada Pelaksana PLTSa) cukup besar nilai pertahunnya serta juga PLTSa ini kemungkinan akan menimbulkan budaya Kecanduan Sampah yang tentu bertentangan dengan semangat mereduksi/mengurangi sampah dalam konsep Zero Waste. 





Sementara itu Edi Santoso (Manager Advokasi dan Kampanye WALHI Lampung/tim kajian WALHI Lampung) menyampaikan, hal yang sama dimana permasalahan permasalahan itu pun di lihat dari penilaian baik secara program Adipura periode 2017-2018 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun secara publik. Menurutnya hal ini harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah kota bandar lampung bagaimana untuk "menata kembali"  kota bandar lampung ke depan, karena aspek penilaian dari program adipura bukan hanya sebatas kebersihan jalan dan  


keindahan  kota  saja,  tetapi ada  banyak hal substansial yang menjadi bagian dari penilaian program adipura termasuk masalahan  persampahan.


WALHI Lampung mendesak Pemkot Bandar Lampung agar lebih baik mengoptimalkan pengelolaan sampah dan mengimplementasikan perda pengelolaan sampah di kota bandar lampung sebagaimana mestinya, karena pembangunan PLTSa dalam implementasinya yang menganggap sampah sebagai sumber energi terbarukan dikarenakan sampah termasuk dalam kategori bioenergi sebagai sumber energi terbarukan hingga saat ini kerap diperdebatkan. Terlebih karena penggunaan teknologi bakar atau thermal kerap menjadi masalah karena mengandung permasalahan dari aspek lingkungan dan ekonomi, serta berkaitan juga dengan kesehatan manusia. Dengan menggunakan proses thermal insinerasi dan pirolisis pengolaan sampah dapat mereduksi volume sampah hingga 70% namun menghasilkan emisi yang tinggi sehingga kurang ramah lingkungan. Pada dasarnya penggunaan insinerator 


kemudian membuang emisi berupa dioksin atau senyawa yang berkarakteristik persisten, bioakumulatif dan karsinogen. Selain itu, insinerator juga menghasilkan partikel halus serta logam-logam berat, termasuk merkuri, timbal, kadmium, tembaga dan seng. Hal tersebut dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia serta berbagai penyakit yang dapat timbul akibat terpapar sumber pencemaran PLTSa. Selain itu juga Jika pemerintah kota Bandar Lampung tetap melakukan pembangunan PLTSa maka akan terjadi dan akan semakin memperkuat Sentralisasi pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung dan bertentangan dengan semangat Perda Kota Bandar Lampung  Nomor 05 Tahun 2015  Tentang Pengelolaan Sampah.


Kemudian dalam Kajiannya WALHI Lampung merekomendasikan: Dari prinsip 4 R (Reduce, Reuse, Recicle and Replace) penanganan sampah, upaya kuat yang harus dilakukan adalah pada upaya mengurangi/mereduce sampah itu sendiri, karena biasanya laju sampah tidak dibarengi dengan akselerasi yang juga cepat untuk 


menanganinya, Demikian juga dengan tuntutan tanggung jawab kepada produsen, untuk mengurangi dan bahkan merubah kemasan dari produknya yang harus lebih ramah lingkungan, pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana untuk Desentralisasi Pengelolaan Sampah yang berbasis RT, RW dan/atau Kelurahan sebagai media pemberdayaan dan edukasi masyarakat dalam partisipasi pengelolaan sampah.



Serta dengan Kondisi TPA Bakung yang kian hari semakin memprihatinkan dan masih menggunakan open dumping diperlukan sistem yang dapat menjadi solusi untuk penanganan pengelolaan sampah agar tidak terus menumpuk atau membuat TPA Baru dengan menggunakan sistem pengelolaan sampah yang tepat. Dan Pemkot harus Meninjau kembali rencana pembangunan PLTSa karena masih menuai pro dan kontra terkait dengan dampah negatif yang ditimbulkan dalam pengelolaan PLTSa. Serta implementasian Perda Kota Bandar Lampung No. 05 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Sampah harus dijalankan dengan baik serta pemerintah harus terus mendorong upaya 


penegakan dan pengimplementasian perda pengelolaan sampah tersebut.




WahYoedi Melaporkan



Post a Comment

Previous Post Next Post